Thursday, February 13, 2020

Candi-candi peninggalan Majapahit Part 1



Sebagai sebuah kerajaan besar yang berkuasa di Nusantara tentu Majapahir mempunyai banyak peninggalan. Peninggalan-peninggalan ini salah satunya adalah Candi. Candi adalah perlambangan kemajuan sebuah zaman. Berkuasa hampir 1 abad pada masa kejayaannya dengan raja paling terkenal yakni Hayam Wuruk dan Mahapatihnya Gadjah Mada.
Berikut adalah daftar beberapa candi yang dihimpun oleh tim Serkelan.
1.      Candi Sukuh

Candi Sukuh terletak di lereng barat G. Lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi Candi Sukuh berada pada ketinggian + 910 merer di atas permukaan laut. Candi Sukuh ditemukan kembali dalam keadaan runtuh pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta pada masa pemerintahan Raffles. Selanjutnya Candi Sukuh diteliti oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Hasil penelitian tersebut dilaporkan dalam buku Van der Vlis yang berjudul Prove Eener Beschrijten op Soekoeh en Tjeto. Penelitian terhadap candi tersebut kemudian dilanjutkan oleh Hoepermans pada tahun 1864-1867 dan dilaporkan dalam bukunya yang berjudul Hindoe Oudheiden van Java. Pada tahun 1889, Verbeek mengadakan inventarisasi terhadap candi Sukuh, yang dilanjutkan dengan penelitian oleh Knebel dan WF. Stutterheim pada tahun 1910.
Candi Sukuh berlatar belakang agama Hindu dan diperkirakan dibangun didirikan pada akhir abad ke-15 M. Berbeda dengan umumnya candi Hindu di Jawa Tengah, arsitektur Candi Sukuh dinilai menyimpang dari ketentuan dalam kitab pedoman pembuatan bangunan suci Hindu, Wastu Widya. Menurut ketentuan, sebuah candi harus berdenah dasar bujur sangkar dengan tempat yang paling suci terletak di tengah. Adanya penyimpangan tersebut diduga karena Candi Sukuh dibangun pada masa memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa. Memudarnya pengaruh Hinduisme di Jawa rupanya menghidupkan kembali unsur-unsur budaya setempat dari zaman Megalitikum. Pengaruh zaman prasejarah terlihat dari bentuk bangunan Candi Sukuh yang merupakan teras berundak. Bentuk semacam itu mirip dengan bangunan punden berundak yang merupakan ciri khas bangunan suci pada masa pra-Hindu. Ciri khas lain bangunan suci dari masa pra-Hindu adalah tempat yang paling suci terletak di bagian paling tinggi dan paling belakang.
Menurut dugaan para ahli, Candi Sukuh dibangun untuk tujuan pengruwatan, yaitu menangkal atau melepaskan kekuatan buruk yang mempengaruhi kehidupan seseorang akibat ciri-ciri tertentu yang dimilikinya. Dugaan tersebut didasarkan pada relief-relief yang memuat cerita-cerita pengruwatan, seperti Sudamala dan Garudheya, dan pada arca kura-kura dan garuda yang terdapat di Candi Sukuh.
2.      Candi Cetho

Candi Cetho terletak di ketinggian sekitar 1.496 meter di atas permukaan laut. Merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang berada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tepatnya di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jemawi.
Candi yang bercorak Agama Hindu ini diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1475 M (1397 Saka). Hal ini diketahui berdasarkan prasasti yang ditulis dengan huruf Jawa kuno di dinding gapura. Prasasti tersebut bertuliskan “Pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397” yang dapat ditafsirkan sebagai peringatan pendirian tempat peruwatan atau tempat untuk membebaskan diri dari kutukan pada tahun 1397 Saka. Keterangan tersebut juga memberi penjelasan fungsi dibangunnya candi ini.
Sementara, pembangunan candi ini diperkirakan dimulai pada tahun 1451 M (1373 Saka). Permulaan pembangunan candi ditulis dalam bentuk sengkalan memet atau penulisan dalam bentuk binatang, tumbuhan, dan lainnya. Sengkalan yang ada di Candi Cetho berupa tiga ekor katak, mimi, ketam, seekor belut, dan tiga ekor kadal. Menurut Bernet Kempers, seorang peneliti asal Belanda, belut berarti 3, wiku berarti 7, anahut berarti 3, sedangkan iku=mimi berarti 1.
Keberadaan Candi Cetho pertama kali diungkap oleh Van der Vlies pada tahun 1842. Hasil penelitian ini kemudian diteruskan oleh W.F. Stuterheim, K.C. Crucq, dan A.J. Bernet Kempers.
Saat pertama kali ditemukan, candi ini memiliki 14 teras. Tapi saat ini, hanya terdapat 9 teras. Kesembilan teras yang dapat ditemukan pada saat ini merupakan hasil pemugaran yang dilakukan oleh Sudjono Humardani pada tahun 1975-1976. Pemugaran ini menuai banyak kritik dari para ahli karena dinilai tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan pemugaran cagar budaya.
Pada teras pertama, terdapat gapura besar yang merupakan penambahan saat pemugaran dan dua arca penjaga. Naik ke teras kedua, dapat dijumpai petilasan Ki Ageng Kricingwesi. Ki Ageng Kricingwesi dipercaya sebagai leluhur masyarakat Dusun Ceto.
Di teras ketiga, terdapat batu mendatar yang disusun membentuk kura-kura raksasa. Kura-kura ini diperkirakan merupakan lambang Majapahit yang disebut surya Majapahit. Selain itu, ada pula simbol phallus (alat kelamin pria) sepanjang 2 meter. Kura-kura merupakan lambang penciptaan alam semesta, sedangkan phallus merupakan lambang penciptaan manusia. Selain itu, di teras ini juga terdapat penggambaran hewan-hewan atau disebut juga sengkalan memet yang merupakan catatan dimulainya pembangunan candi ini.
Naik ke teras keempat, terdapat relief yang memuat cuplikan kisah Samudramanthana dan Garudeya. Adanya cuplikan dua kisah ini juga menguatkan asumsi fungsi Candi Cetho sebagai tempat peruwatan. Sementara, pada teras kelima dan keenam, terdapat bangunan berupa pendapa yang sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya upacara-upacara keagaamaan. Pada teras ketujuh, terdapat dua arca di sisi utara dan selatan. Arca tersebut adalah arca Sabdapalon dan Nayagenggong. Menurut kepercayaan, Sabdapalon dan Nayagenggong merupakan penasihat spiritual Prabu Brawijaya V.
Di teras kedelapan, terdapat arca phallus yang disebut “kuntobimo” dan arca Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa. Sementara, teras yang terakhir merupakan tempat pemanjatan doa. Teras kesembilan ini tidak dibuka setiap saat. Pada tangga masuknya, terdapat gerbang yang dikunci. Gerbang baru dibuka pada acara-acara khusus, seperti sembahyang.
Candi ini buka setiap hari, dari jam 09.00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB. Harga tiket masuk sebesar Rp3.000 untuk wisatawan domestik dan Rp10.000 untuk wisatawan mancanegara.
3.      Candi Pari

Candi Pari yang terletak di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Candi ini didirikan pada tahun 1293 Saka (1371 M) pada masa Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Di dalam candi ini ditemukan 2 arca Siwa Mahadewa, 2 arca Agastya, 7 arca Ganesa dan 3 arca Buddha yang semuanya disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Dari berbagai temuan arca tersebut membuktikan bahwa Candi Pari berlatar belakang agama Hindu.
Konon, pada zaman dahulu kala, ada seorang tua yang hidup di pertapaan bernama Kyai Gede Penanggungan dan adiknya seorang janda yang bernama Janda Ijingan. Kyai Gede Penanggungan mempunyai dua orang puteri bernama Nyai Lara Walang Sangit dan Nyai Lara Walang Angin, sedangkan adiknya Janda Ijingan mempunyai putera yang tampan bernama Jaka Walang Tinunu. Ketika sedang memancing ikan bersama dua sahabatnya, Satim dan Sabalong, mereka menemukan ikan deleg yang ternyata adalah jelmaan manusia tampan yang kemudian diberi nama Jaka Pandelegan.
Kedua pemuda tersebut kemudian membuka lahan di sekitar tempat tinggal Kyai Gede Penanggungan dan membuat kedua putrinya jatuh hati. Walaupun tanpa izin orang tuanya, kedua pasang kekasih tersebut tetap menikah dan mengerjakan sawah hingga berhasil panen dengan baik. Ketika itu Kerajaan Majapahit sedang paceklik dan raja mendengar bahwa di Kedung Soko ada orang arif yang memiliki padi berlimpah. Raja meminta supaya orang itu yaitu Jaka Walang Tinunu diminta menghadap beliau, dan diketahui bahwa ternyata Jaka adalah putra raja. Maka raja meminta Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan hidup bersama di kerajaan.
Jaka Pandelegan dan istrinya Dewi Lara Walang Angin ternyata tidak bersedia, dan mereka memilih moksa. Karena kekagumannya kepada suami istri tersebut, Raja Brawijaya memerintahkan untuk didirikan candi di tempat moksa kedua orang tersebut.


No comments:
Write comments