Mengenang
kembali tragedy hotel Yamato di Surabaya pada tahun 1945 untuk mengambil
pelajarannya untuk kehidupan kini. Rasanya patut dilakukan sebuah peristiwa
penting di negeri ini yang terjadi tepatnya pada tanggal 19 September 1945.
Peristiwa ini sendiri nanti akan memicu peristiwa yang lebih besar yakni 10
November 1945, 10 November sekarang kita kenal sebagai Hari Pahlawan Indonesia.
Peristiwa
bermula dengan pengibaran bendera Belanda, yakni Merah Putih Biru secara
semena-mena oleh Belanda di Hotel Yamato Surabaya. Hotel Yamato sendiri
sekarang telah berubah nama menjadi Hotel Majapahit Surabaya yang terletak di
jalan. Tunjungan nomor 65 Surabaya. Pada
saat itu semangat Merdeka di Indonesia sedang berkobar tinggi, ini dapat
dipahami karena memang baru sebulan sebelumnya yakni 17 Agustus 1945 Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya. Kemarahan para pemuda di Surabaya tentu sangat
beralasan, karena pengibaran bendera bukan hanya sebuah kain yang berkibar
tertiup angin melainkan sebuah simbol suatu kekuatan.
Orang-orang
eropa ini sebenarnya baru tiba pada 18 September 1945, AFNEI(Allied Forces
Netherland East Indies) tentara Belanda tiba bersama pasukan Inggris dan Palang
Merah Internasional dari Jakarta. Pengibaran bendera ini atas perintah
W.V.Ch.Ploegman yang merupakan pemimpin organisasi Indo Europesce Vereniging
(IEV) yang diangkat NICA menjadi walikota Surabaya. Pengibaran ini terjadi pada
malam hari sebagai simbol perayaan terhadap ulang tahun Ratu Wilhelmina(31
Agustus).
Setelah gagalnya
perundingan antara Sudirman (residen Surabaya) dan Mr. W.V.Ch Ploegman untuk
menurunkan bendera Merah Putih Biru. Semangat pada pemuda masih membara karena
setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan dikeluarkan maklumat pemerintah
Soekarno tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa September 1945 gerakan
pengibaran bendera nasional merah putih ke seluruh wilayah Indonesia.
Pada malam
tanggal 19 September 1945 tepatnya pukul 19.00 terjadi pengibaran bendera itu,
merah putih biru yang merupakan bendera Belanda. Ini dapat dianggap sebagai
Belanda ingin berkuasa kembali di Indonesia dan menghina proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Juga ini dianggap sebagai penghinaan gerakan pengibaran bendera
merah putih di Indonesia.
Kabar tersebut
tersebar cepat di seluruh kota Surabaya, dan Jl. Tunjungan dalam tempo singkat
dibanjiri oleh massa yang marah. Massa terus mengalir hingga memadati halaman
hotel serta halaman gedung yang berdampingan penuh massa yang diwarnai amarah.
Di sisi agak belakang halaman hotel, beberapa tentara Jepang berjaga-jaga untuk
mengendalikan situasi tak stabil tersebut.
Tak lama
setelah mengumpulnya massa tersebut, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu
menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui
pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI,
datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan
Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan
kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung
Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera
Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan
berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan.
Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara
Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara
Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Di luar hotel,
para pemuda yang mengetahui berantakannya perundingan tersebut langsung
mendobrak masuk ke Hotel Yamato dan terjadilah perkelahian di lobi hotel.
Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.
Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam
pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian
birunya, dan mengereknya ke puncak tiang kembali. Peristiwa ini disambut oleh
massa di bawah hotel dengan pekik 'Merdeka' berulang kali.
Setelah
insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah
pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara AFNEI. Serangan-serangan
kecil itu ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang memakan
banyak korban baik di militer Indonesia dan Inggris maupun
sipil di pihak Indonesia. Akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Soekarno untuk
meredakan situasi dan mengadakan gencatan senjata. Gencatan senjata
tersebut gagal dan ditambah dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby,
berakibat pada dikeluarkannya ultimatum 10 November oleh pihak
Inggris dan terjadinya Pertempuran 10 November yang terbesar
dan terberat dalam sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia dan
ditetapkan menjadi Hari Pahlawan.
No comments:
Write comments