Tuesday, February 26, 2019

Sejarah Singkat Pangeran Diponegoro


Pangeran Diponegoro lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta, putra sulung dari Sultan Hemngkubuwana III serta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A mangkarawati yang berasal dari Pacitan. Lahir degan nama Mustahar dan dengan nama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Dengan gelar “Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmikminin Sayidin Panagagama Khalifatullah Tanah jawi”.
Masa kecilnya dididik oleh neneknya jauh dari keratin, di sebuah desa terpencil di wilayah Yogyakarta, oleh neneknya Ratu Kedaton, beliau belajar ilmu agama serta belajar hidup sederhana. Sebenarnya Pangeran Diponegoro ditawari menjadi raja keratin Yogyakarta namun Pangeran Diponegoro menolak karena merasa kedudukannya yang hanya sebagai putra dari seorang selir. Pangeran Diponegoro lebih memilih pada kehidupan keagamaan dan merakyat, lebih memilih tinggal di Tegalrejo yang merupakan tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri Sultan Hamengkubuwana I, Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo. Latar belakang inilah, bergaul dengan rakyat membuat beliau belajar hidup dan memahami setiap keluhan yang dialami rakyat secara mandiri. Pangeran Diponegoro senantiasa menghormati para pemuka agama dan selalu berhasrat untuk mendalami ilmu agama. Akan tetapi kehidupan di bawah penjajah tidak berlangsung mudah.
Pangeran Diponegoro memimpin perang Jawa yang sangat terkenal dan merupakan perang dengan korban jiwa terbesar sepanjang sejarah colonial Belanda, pada tahun 1825-1830, atau pada saat berumur 45 tahun. Ppemberontakan terhadap keratin dimulai sejak kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono V(1822). Ketika itu Pangeran Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian dari Sultan Hamengkubuwana V yang usianya baru 3 tahun, yang pemerintahannya dijalankan oleh Patih Danureja bersama residen Belanda. Perang ini selain menimbulkan korban jiwa yang banyak bagi kedua belah pihak(paling besar dalam sejarah perlawanan Indonesia) juga merupakan perang yang menelan biaya yang sangat besar,
Pangeran Diponegoro meninggal di Makassar, Hindia Belanda pada tanggal 8 Januari 1855 atau berusia 69 tahun
Perang Diponegoro atau juga bisa disebut perang jawa merupakan perlawanan terakhir oleh bangsawan-bangsawan jawa, akan kita ceritakan di postingan yang lain.
Pangeran Diponegoro setidaknya menikah dengan 9 wanita dalam hidupnya, yaitu:
B.R.A. Retna Madubrangta puteri kedua Kyai Gedhe Dhadhapan;
R.A. Supadmi yang kemudian diberi nama R.A. Retnakusuma, putri Raden Tumenggung Natawijaya III, Bupati Panolan, Jipang;
R.A. Retnadewati seorang putri Kyai di wilayah Selatan Jogjakarta;
R.A. Citrawati, puteri Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika dengan salah satu isteri selir;
R.A. Maduretno, putri Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretna (putri HB II), jadi R.A Maduretna saudara seayah dengan Sentot Prawiradirdja, tetapi lain ibu;
R.Ay. Ratnaningsih putri Raden Tumenggung Sumaprawira, bupati Jipang Kepadhangan;
R.A. Retnakumala putri Kyahi Guru Kasongan;
R.Ay. Ratnaningrum putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II.
Syarifah Fathimah Wajo putri Datuk Husain (Wanita dari Wajo, Makassar), makamnya ada di Makassar. Syarifah Fathimah ini nasab lengkapnya adalah Syarifah Fathimah Wajo binti Datuk Husain bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdullah bin Datuk Thahir bin Datuk Thayyib bin Datuk Ibrahim bin Datuk Qasim bin Datuk Muhammad bin Datuk Nakhoda Ali bin Husain Jamaluddin Asghar bin Husain Jamaluddin Akbar.
Sementara sumber lain mengatakan bahwa beliau memiliki 7 istri (spouse) dengan selir yang tidak diketahui banyaknya.
Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 12 putra dan 10 putri, yang kini keturunannya tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk Jawa, Madura, Sulawesi, Maluku, serta di mancanegara ada Australia, Serbia, Jerman, Belanda dan Arab Saudi.
Berikut ini merupakan tanggal-tanggal penting menjelang penangkapan serta pengasingan hingga wafatnya Pangeran Diponegoro.
·         20 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Kabupaten Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia, Hindia Belanda.
·         28 Maret 1830 Pangeran Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
·         11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
·         30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Dipasana dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertaleksana, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruna akan dibuang ke Manado.
·         3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.
·         1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di MakassarSulawesi Selatan.
·         8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di Makassar, tepatnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, sekitar empat kilometer sebelah utara pusat Kota Makassar.
Berikut ini juga penghargaan dari Pemerintah RI maupun dari dunia Internasional
·         Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 8 Januari 1955 pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro,
·         Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.
Dunia,
·         pada 21 Juni 2013, UNESCO menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro merupakan naskah klasik yang dibuat sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833. Babad ini bercerita mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro.
·         Selain itu, untuk mengenang jasa Pangeran Diponegoro dalam memperjuangkan kemerdekaan, didirikanlah “Museum Monumen Pangeran Diponegoro” atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Sasana Wiratama" di Tegalrejo, Yogyakarta, yang menempati bekas kediaman Pangeran Diponegoro.
Lokasi Makam Pangeran Diponegoro sekarang berlokasi di Jl. Diponegoro, Melayu, Kec. Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90165.

Tentu sejarah singkat ini tidak lengkap serta memiliki kekurangan, untuk itu kami menunggu saran, kritik dari teman teman atas semua kekurangan, kekeliruan agar semakin memperbaiki tulisan ini atau membuat kita semakin cinta akan sejarah. dapat disampaikan di kolom komentar ataupun menghubungi penulis.

Salam dari penulis, Jasmerah.
Sumber :

3 comments:
Write comments
  1. Mantap gan, tambah ilmu nih

    Janlupa mampir apkgratisunduh,blogspot.com

    ReplyDelete
  2. penjelasannya sebenarnya lengkap gan, jadi mudah dimengerti

    ReplyDelete