Saturday, November 30, 2019

Sejarah Singkat Kerajaan Mataram Islam



Bagi masyarakat Jawa, khusunya di daerah Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya, nama Mataram (Islam) tentu sangat melekat dalam hati. Setidaknya jika tidak mengetahui sejarahnya, kita tahu bahwa itu merupakan nama kerajaan Islam yang besar yang pernah ada di bumi Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya) pada abad ke-16. Dimanakah bumi Mataram itu berada, menurut sebahagian sumber, bumi Mataram itu berada di Kotagede Yogyakarta sekarang, yang dulu dikenal dengan nama Alas Mentaok.[1]
Alas Mentaok yang kemudian menjadi pusat Kesultanan Mataram, ini berada di lereng selatan Gunung Merapi. Wilayahnya terbentang dari mulai Kali Progo hingga Kali Opak.[2] Alas ini pada awalnya merupakan sebuah hutan yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah sayembara dari Sultan Pajang.[3] Dari penjelasan sekilas tersebut, dapat diketahui bahwa asal muasal lahirnya Kerajaan Mataram Islam, atau yang lebih umum disebut Kesultanan Mataram, sebenarnya berawal dari sebuah sayembara. Yang mana syembara itu diadakan oleh Sultan Hadiwijaya untuk menumpas pemberontak yang bernama Arya Penangsang. Yang sebenarnya merupakan kepentingan dan pertarungan politik dari kedua belah pihak. Dalam sayembara itu disebutkan siapa saja yang berhasil membunuh Arya Penangsang, maka akan diberi hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Sayembara ini berawal dari perebutan kekuasaan di Kesultanan Demak, karena Arya Penangsang merasa tahta Kesultanan Demak adalah miliknya, sebab pewaris asli tahta Kesultanan pasca kematian Sultan Trenggono (Sultan Demak Ke-3) yang tak lain adalah putra Raden Patah pendiri Kerajaan Demak dari permaisuri Ratu Asyikah, putri Sunan ampel adalah Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lapen atau Raden Kikin tersebut dibunuh oleh Pangeran Mukmin alias Pangeran Prawata (putra sulung Pangeran Trenggono) sehingga tahta Demak jatuh ke tangannya. Karena Arya Penangsang merasa dirinya sebagai pewaris sah tahta Kerajaan Demak, maka iapun membalaskan dendam kematian ayahnya dengan membunuh Pangeran Mukmin.[4] Bahkan bukan hanya Pangeran Mukmin yang dibunuhnya tapi juga iparnya yang bernama Pangeran Kalinyamat. Arya Penangsang yang tidak menerima atas pembunuhan ayahnya oleh saudara sepupunya sendiri itu kemudian melampiaskan dendamnya dengan membunuh Pangeran Prawata. Dan pristiwa ini terjadi setelah Sultan Trenggono wafat dalam suatu ekspedisi ke Surabaya. Tahta Demak sebenarnya berhasil direbut oleh Arya Penangsang, Arya Penangsang sendiri merupakan penguasa Jipang Panolan dan disisi lain waktu itu Kerajaan Demak telah dipindah ke Pajang, dan yang menjadi penguasa waktu itu adalah Sultan Hadiwijaya, yang tak lain dia merupakan menantu Sultan Trenggono dan ipar dari Mukmin serta Kalinyamat. Dengan demikian, kekuasaan Demak yang sesungguhnya diwariskan kepada Sultan Hadiwijaya yang kemudian mendirikan Kerajaan Pajang.
Dari peristiwa ini dapat ditarik benang merahnya bahwa Sultan Hadiwijaya adalah musuh Arya Penangsang. Namun sayembara itu timbul bukan dari fikiran Sultan Hadiwijaya melainkan dari iparnya yang suaminya juga dibunuh Arya Penangsang yang bernama Pangeran Kalinyamat, Ratu Pangeran Kalinyamat tidak menerima atas pembunuhan itu kemudian dia bertapa telanjang di Gunung Danaraja dan dia tidak akan berhenti bertapa sampai Arya Penangsang berhasil dibunuh, hingga akhirnya membuat sayembara tersebut. Bahkan Ratu Kalinyamat bersedia menyerahkan dirinya, hingga akhirnya Sultan Hadiwijaya mendengar dan menyanggupinya.[5] Sultan Hadiwijaya merasa tidak enak hati untuk melawan secara terang-terangan kepada Arya Penangsang. Karena bagaimanapun Arya Penangsang adalah bagian dari keluarga Kesultanan Demak, yang sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan Kesultanan Pajang. Namun ada empat orang yang menyanggupi sayembara tersebut yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Mataram, diantaranya adalah Ki Ageng Pemanahan dan Putranya yang bernama Danang Sutawijaya, Ki Penjawi dan Ki Jurumartani. Disinilah dapat diceritakan babak tewasnya Arya Penangsang yang dibunuh oleh Danang Sutawijaya dengan tombak yang bernama Kyai Plered dan keris Kyai Setan Kober. Tapi yang diberikan hadiah hanya kepada dua orang yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi, sebab keberhasilan membunuh Arya Penangsang dianggap adalah kemenangan mereka berdua.
      Namun dalam pembagian wilayah itu, Ki Ageng Pemanahan tidak puas sebab yang didapatkannya tanah yang gersang dan masih berupa alas lebat yang tidak subur, sedangkan bagian Ki Ageng Penjawi bagian yang subur dan bagian Kadipaten yang sudah maju, tapi meski tidak puas dia juga menerimanya hingga akhirnya dia berangkat ke Mentoak untuk membabat alas tersebut, setelah itu baru kemudian Ki Ageng berhasil mendirikan kadipaten yang diberi nama Mataram, dalam waktu yang relatif dia berhasil membuat Mataram dan rakyatnya maju setelelah dia wafat pada tahun 1575 Mataram diteruskan oleh Sutawijaya, dan dari situlah Kerajaan Mataram Islam lahir. Seperti kita ketahui, pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Panembahan Senopati yang nama lengkapnya Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin dan siapakah dia itu, dia itu adalah nama lain Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan, dengan demikian pendiri Kerajaan Mataram adalah pewaris sah bumi Mataram. Yang mulai berdirinya pada tahun 1586.[6] Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Kerajaan Mataram Islam tidak terlepas dari dua sejarah sebelumnya, Demak dan Pajang. Dan dua kerajaan Islam ini menobatkan diri sebagai pewaris Kerajaan Majapahit yang Agung. Oleh karena itu secara otomatis, Kerajaan Mataram Islam pun merupakan pewaris tahta Kerajaan Majapahit, dan Raja-raja Mataram adalah keturunan dari Raja-raja Majapahit.
      Secara garis besar juga perkembangan Kerajaan Mataram dari masa kemasa dibagi menjadi empat masa dan dibawah naungan empat Raja, masa Panembahan Senopati, Panembahan Hanyokrowati, Sultan Agung dan Amangkurat I. Dan pada ahirnya pecah menjadi dua kerajaan disebabkan tragedi perjanjian Giyanti dan inilah cikal bakal lahirnya Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta dan disinilah berakhirnya Kerajaan Mataram, dan perjanjian ini terjadi antara tiga golongan, yakni VOC, pihak Pakubuwono III, dan pihak Mangkubumi alias Hamengkubuwono I, dan perjanjian ini disahkan 13 Februari 1755.

Daftar Pustaka
Soedjippto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram, (Saufa-Yoyakarta:2015)

Soedjippto Abimanyu, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara-Sejarah dan Biografinya,(Laksana-Yogyakarta:2014)

Teguh Panji, Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit,(Laksana-Yogyakarta:2015)



- Ardi Sinaga - Academia - Dengan Perbaikan admin -


[1] Soedjipto Abimanyu,Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli,(Yogyakarta:Laksana,2013),hlm.356
[2] Dr.Sidik Jatmika,M.Si.,Urip Mung MampirNgguyu,’Telaah Sosiologis Folklor Jogja,(Yogyakarta: Kansius,2009),hlm.10
[3] Sultan Pajang yang dimaksud adalah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet (nama kecil Jaka Tingkir).HM.Nasruddin Anshoriy,Neo Patriotisme,’Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa.(Yogyakarta:LkiS,2008),hlm.175
[4] Drs.Sardiman, sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial (Jakarta:Yudhistira,2008),hlm.95.
[5] Prof.Dr.Slamet Muljana,Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.(Yogyakarta:LkiS,2005),hlm.246
[6] Y.Sri Puji Astuti,T.D.Haryo Tamtomo,dan N.Suparno,IPS Terpadu 1B Untuk SMP dan MTs Kelas VII Semester 2 Standar Isi 2006(Jakarta:Erlangga,2007)hlm.100

Friday, November 29, 2019

Apa itu Esai?



Esai sering digunakan dalam sebagai tugas, untuk mengetahui pemahaman sesorang tentang sesuatu, lalu apa sebenarnya itu esi?
Esai sering juga disebut artikel, tulisan, atau komposisi. Dalam arti yang lebih luas, esai juga dipahami sebagai sebuah karangan. Secara umum, esai didefinisikan sebagai sebuah karangan singkat yang berisi pendapat atau argumen penulis tentang suatu topik. Biasanya, seseorang menulis esai karena ia ingin memberikan pendapat terhadap suatu persoalan atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Penulis esai, atau sering disebut esais, dapat juga mengupas suatu topik atau persoalan dan memberikan tanggapan dan pendapatnya atas topiik atau persoalan yang dibahasnya. Secara umum, esai memiliki beberapa ciri yang menonjol.
     Ciri pertama berkaitan dengan jumlah kata dalam sebuah esai. Memang tidak ada aturan baku yang menyebutkan berapa jumlah kata dalam sebuah esai. Patokannya adalah bahwa sebuah esai harus selesai dibaca dalam sekali duduk. Pengertian ini bisa diilustrasikan sebagai berikut. Ketika seseorang sedang duduk menunggu giliran periksa kesehatan di sebuah klinik, dia harus sudah selesai membaca sebuah esai saat dia berdiri dipanggil masuk ke kamar periksa. Meskipun aturan ini tidak begitu jelas, patokan "sekali duduk" ini cukup membantu ketika seseorang ingin menulis sebuah esai.
     Terkait dengan jumlah kata ini, beberapa buku komposisi memberikan batasan yang lebih jelas. Sebuah karangan dikategorikan esai bila karangan tersebut berjumlah antara 500 sampai dengan 1500 kata. Bila diketik dalam bentuk dokumen microsoft word, panjang sebuah esai berkisar antara tiga sampai dengan tujuh halaman ukuran kertas A4 yang diketik dengan font berukuran 12 dan berspasi ganda. Sebuah esai yang melebihi 1500 kata, misalnya 3000 atau 4000 kata, akan digolongkan sebagai extended essay (esai yang diperpanjang).
     Ciri lain esai adalah struktur penulisannya. Struktur esai terbagi dalam tiga bagian yang diwujudkan dalam bentuk paragraf. Bagian pertama esai adalah paragraf pendahuluan atau pengantar. Dalam bagian ini, penulis memberikan pengantar yang mencukupi dan relevan tentang topik yang ia tulis. Yang paling penting dalam paragraf pendahuluan adalah kalimat tesis (thesis statement) yang berfungsi sebagai gagasan pengontro (controlling idea) untuk bagian isi esai. Bagian kedua adalah paragraf-paragraf isi yang merupakan penjabaran atau pembahasan lebih lanjut dari gagasan yang ingin disampaikan penulis. Jumlah paragraf dalam bagian ini tergantung dari jumlah gagasan utama yang hendak disampaikan dalam esai. Bagian terakhir adalah paragraf penutup. Bagian ini dapat berisi ringkasan dari gagasan yang telah disampaikan dalam isi esai atau penegasan atas gagasan utama yang telah disampaikan.
     Ciri yang paling membedakan esai dengan jenis karangan lain berkaitan dengan gaya bahasa. Pilihan kata, struktur kalimat, dan gaya penulisan merupakan hal terkait erat dengan penulis esai. Penulis esai yang berpengalaman biasanya memiliki ciri tertentu ketika menulis esai. Semakin sering seseorang menulis esai, semakin mudah gaya bahasa orang tersebut dikenali. Misalnya, esai tulisan Gunawan Muhamad tentu berbeda dengan esai yang ditulis oleh Bakti Samanto atau oleh Umar Kayam. Keunikan gaya bahasa ini menjadi ciri esai yang menonjol.
     Sebagai simpulan, esai merupakan buah pikir yang ditulis secara ringkas. Topik apa pun dapat ditulis dalam bentuk esai. Karena itu esai menjadi salah satu jenis tulisan yang sering dijadikan alat uji untuk mengukur intelegensi seseorang. Seorang yang  berpengetahuan luas akan dapat menyampaikan gagasannya secara runtut, logis, dan menarik. Semakin sering kita membaca, semakin besar kemungkinan kita untuk dapat menulis esai dengan baik.Dengan banyak membaca, kita akan memiliki lebih banyak gagasan untuk ditulis. Persoalan utamanya tinggal mewujudkan gagasan yang sudah tertanam dalam benak kita melalui tulisan yang harus terus-menerus kita latih agar semakin lama semakin sempurna. Selamat mencoba.


Struktur Esai

struktur esai dibagi menjadi tiga bagian: pendahuluan, isi, dan penutup.
     pendahuluan berisi pengantar yang memadai tentang topik bahasan yang hendak ditulis. Gagasan yang ditulis dalam paragraf pendahuluan memberikan gambaran umum tentang gagasan atau argumen yang akan ditulis pada bagian isi esai. Unsur yang paling penting dalam paragraf pendahuluan adalah kalimat tesis (thesis statement). Kalimat tesis merupakan gagasan utama esai yang dinyatakan secara jelas (tidak ambigu) dan eksplisit. Kalimat tesis ini berfungsi sebagai pengontrol gagasan yang hendak disampaikan dalam isi esai.
     
isi esai merupakan penjabaran dari gagasan utama yang dinyatakan dalam kalimat tesis. Penjabaran gagasan utama ini diwujudkan dalam beberapa paragraf. Umumnya isi esai terdiri atas beberapa gagasan utama (minimal dua). Setiap gagasan utama ditulis dan dijabarkan dalam satu paragraf.  Setiap paragraf isi mendiskusikan gagasan-gagasan yang lebih spesifik dan lebih detil agar argumen menjadi lebih meyakinkan. Pengaturan paragraf-paragraf isi ini dapat disusun berdasarkan urutan kronologis, logis, atau kepentingan.

Penutup esai diwujudkan dalam satu paragraf simpulan yang dimaksudkan untuk mengakhiri pembahasan topik esai. Paragraf ini biasanya berisi rangkuman dari pokok pikiran yang telah disampaikan penulis. Paragraf penutup juga bisa berupa penegasan atas argumen yang telah dijabarkan di bagian isi dengan maksud agar pembaca mengetahui secara persis posisi penulis atas suatu masalah. Menutup esai dengan paragraf yang efektif akan memberikan kesan ketuntasan (sense of closure) bagi pembaca sehingga apa yang telah disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca.
     Secara ringkas, esai yang efektif memiliki struktur yang baku untuk mempermudah pembaca memahami alur pemikiran/gagasan yang disampaikan penulis. Esai yang baik harus diatur secara cermat dan terdiri dari paragraf-paragraf yang diorganisasi secara terpadu untuk menjaga kesinambungan gagasan. Menulis esai secara benar juga membantu kita mengasah logika dan kreatifitas.



Thursday, November 28, 2019

Contoh Akta Pendirian PT-download


Akta Pendirian PT adalah akta yang dibuat di hadapan notaris yang berisi keterangan identitas, alamat, beserta pekerjaan. termuat di dalamnya serta kesepakatan antar pihak untuk mendirikan Perseroan Terbatas beserta anggaran dasarnya dan memaparkan tujuan PT tersebut didirikan. ini disesuaikan dengan UU no.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Berikut ini adalah contoh akta pendirian PT di notaris. bagi yang ingin mencari mungkin untuk tugas kuliah, dipelajari, dan lain sebagainya dapat didownload dengan link yang ada di bawah ini.

Download

Wednesday, November 27, 2019

Sejarah Kerajaan Pajang



Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Solo dan Desa Makam haji,Karatsura,Sukoharjo.
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana (raja Majapahit selanjutnya).
Antara abad ke-11 sampai abad ke 14 tidak ada kerajaan di Jawa Tengah Selatan, tetapi Majapahit masih berkuasa sampai kesana. Sementara itu, di Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang didirikan oleh tokoh-tokoh beragama Islam. Namun, sampai awal abad ke-16 kewibawaan raja Majapahit masih diakui.
Perkembangan Islam di Jawa salah satunya dipelopori oleh kerajaan Islam pertama yang ada di Jawa, yaitu Kesultanan Demak. Setelah Demak runtuh, maka bergantilah kerajaan Demak tersebut dengan kerajaan Pajang. Kerajaan Pajang ini didirikan oleh Jaka Tingkir yang berhasil menyingkirkan saingannya untuk kemudian memindahkan pusat kerajaan Demak ke daerah Pajang.
Secara geografis, kerajaan Pajang terletak di daerah pedalaman. Kerajaan ini tidak berkuasa lama, hal tersebut disebabkan beberapa faktor, baik faktor intern maupun ekstern. Namun meskipun demikian, kerajaan ini nantinya juga akan  menghasilkan kemajuan-kemajuan yang signifikan terhadap perkembangan Islam di sekitar wilayah kekuasaanya.
Jika ditinjau dari periode eksistensinya, kerajaan ini terhimpit oleh dua kerajaan Islam besar yang letak mereka tidak begitu berjauhan, yaitu periode akhir kerajaan Demak dan juga awal kerajaan Mataram Islam. Berangkat dari hal tersebut, penting kiranya untuk kita bahas lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan ini.
Sejarah Kerajaan Pajang (1568-1587)
AWAL BERDIRI KERAJAAN PAJANG
Berdirinya kerajaan Pajang pada akhir abad ke XVI M, merupakan tanda berakhirnya kerajaan Islam yang berpusat di pesisir Utara Jawa yang kemudian bergeser masuk ke daerah pedalaman dengan corak agraris. Ketika berbicara mengenai kerajaan Pajang, maka erat kaitannya dengan keruntuhan kerajaan Demak. Di akhir kekuasaan kerajaan Demak, terjadi peperangan antara Arya Penangsang dan Joko Tingkir (menantu Sultan Trenggono). Peperangan itu terjadi pada tahun 1546 M, ketika sultan Demak telah meninggal dunia.
Pertempuran tersebut kemudian dimenangkan oleh Jaka Tingkir. ketika terjadi konflik antara Aria Penangsang dan Joko Tingkir (Hadiwijaya), sebenarnya sunan Kudus kurang setuju dengan Hadiwijaya. Namun hal tersebut kandas, ketika Jaka Tingkir berhasil memindahkan pusat kerajaan Demak ke daerah Pajang. Pengesahan Joko Tingkir atau biasa disebut dengan Hadiwijaya menjadi sultan pertama kerajaan ini dilakukan oleh Sunan Giri.
Sebelum resmi mendirikan kerajaan ini, Jaka Tingkir yang berasal dari daerah Pengging ini, sudah memegang jabatan sebagai penguasa di daerah Pajang pada masa Sultan Trenggono. Kerajaan ini juga dinilai sebagai pelanjut dan pewaris dari kerajaan Demak. Kerajaan Pajang terletak di daerah Kertasura dan merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Kerajaan Pajang ini tidak berusia lama, karena kemudian bertemu dengan suatu kerajaan Islam besar yang juga terletak di Jawa Tengah yaitu kerajaan Mataram.
Pada awal berdirinya, wilayah kekuasaan Pajang hanya meliputi daerah Jawa Tengah. Hal itu disebabkan karena setelah kematian Sultan Trenggono, banyak wilayah jawa Timur yang melepaskan diri. Namun pada tanggal 1568 M, Sultan Hadiwijaya dan para Adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam Kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang diatas negeri – negeri Jawa Timur, maka secara sah kerajaan Pajang telah berdiri. Selanjutnya, kerajaan Pajang mulai melakukan ekspansi ke beberapa wilayah, meliputi juga wilayah Jawa Timur.
Berpindahnya kerajaan Islam dari Demak ke Pajang merupakan kemenangan Islam Kejawen atas Islam ortodoksi. Setelah berkuasa beberapa waktu, kerajaan ini akhirnya mencapai masa kejayaan pada masa raja pertama mereka, yaitu sultan Hadiwijaya. Namun pada perkembangannya, kerajaan ini kemudian mengalami masa disintegrasi setelah sultan Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582 M.
RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH DI KERAJAAN PAJANG
Jaka Tingkir
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.[1] Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Silsilah Jaka Tingkir :
Andayaningrat (tidak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja Brawijaya)→ Kebo kenanga (Putra Andayaningrat)+ Nyai Ageng Pengging→ Mas Karebet/Jaka Tingkir.
Meski dalam Babad Jawa, Adiwijaya lebih dilukiskan sebagai Raja yang serba lemah, tetapi kenyataannya sebagai ahli waris Kerajaan Demak ia mampu menguasai pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan baik. Perpindahan pusat Kerajaan ke pedalaman yang dilanjutkan lagi oleh Raja Mataram berpengaruh besar atas perkembangan peradaban Jawa pada abad ke-18 dan 19.
Daerah kekuasaan Pajang mencakup di sebelah Barat Bagelen (lembah Bogowonto) dan Kedu (lembah Progo atas).
Di zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578 seorang tokoh pemimpin Wirasaba, yang bernama Wargautama ditindak oleh pasukan-pasukan kerajaan dari pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Adiwijaya. Kekuasaan Pajang ke Timur meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora pada tahun 1554 menjadi rebutan antara  Pajang dan Mataram.
Ada dugaan bahwa Adiwijaya sebagai raja Islam berhasil dalam diplomasinya sehingga pada tahun 1581, ia diakui oleh raja-raja kecil yang penting dikawasan Pesisir Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili tokokh-tokoh Jawa Timur adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya. Disebutkan pula bahwa Arosbaya (Madura Barat) mengakui Adiwijaya sehubunga dengan itu bupatinya bernama Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.
Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya Penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas negeri Arya Penangsang).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Karena inilah banyak rakyat Pajang yang tak senang dengan Arya Pangiri. Sehingga banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya. Pergantian kekuasaan inipun diwarnai perebutan dalam peperangan yang membuat keadaan tidak stabil.
Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta. Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pangeran Benawa merasa tidak puas dengan jabatan yang didapatnya sebagai penguasa Jipang. Sehingga ia meminta bantuan kepada senopati Mataram, Sutawijaya, untuk menyingkirkan Arya Pangiri. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300 orang Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat dikalahkan pasukan koalisi Benawa dan Sutawijaya. Arya Pangiri sendiri tertangkap, tetapi diampuni nyawanya setelah Ratu Pembayun, istrinya meminta ampunan.
 Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.
Sepeninggal sultan Benawa, terdapat beberapa orang sultan yang sempat memerintah. Tetapi pada tahun 1617-1618 M, terjadi pemberontakan besar di Pajang yang dipimpin oleh Sultan Agung. Pada tahun 1618 M, kerajaan Pajang mengalami kekalahan melawan Mataram. Dengan demikian, runtuhlah kerajaan Pajang ini.
BERBAGAI ASPEK PADA KERAJAAN PAJANG
Aspek Sosial Budaya
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi  lumbung beras pada abad ke-16 sampai abad 17, kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
Aspek Ekonomi
Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan sala. Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk mengairi sehingga pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang telah mengekspor beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala. Sejak itu Demak sebagai negara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.

Aspek Politik
Arya Penangsang membuat saluran air melingkari Jipang Panolan dan dihubungkan dengan Bengawan Solo.  Karena pada sore hari air Bengawan Solo pasang maka air di saluran juga mengalami pasang. Oleh karena itu saluran tersebut dikenal dengan nama Bengawan Sore. Sebetulnya Arya Penangsang sudah tidak berhak mengklaim tahta Demak kepada Sultan Hadiwijaya, karena Pajang adalah sebuah kerajaan tersendiri. Akan tetapi dendamnya kepada putera dan mantu Sultan Trenggono belum pupus. Dia kembali mengirim pembunuh gelap untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhan terhadap Sunan Prawata. Akan tetapi pembunuhan tersebut tidak berhasil.
Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh, Wali sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak. Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri. Dan yang sepuh sebagai pengamat. Sunattulah akan berlaku bagi mereka berdua, ‘Sing becik ketitik sing ala ketara’. Wali lebih baik mensyi’arkan agama tanpa menggunakan kekuasaan. Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya masing-masing. Wali adalah ahli da’wah bukan ahli tata negara. Jangan sampai  para Wali terpecah belah karena berpihak kepada salah satu diantara mereka. Apa kata rakyat jelata, jika melihat para Wali ‘udreg-udregan’, sibuk berkelahi  sendiri.
Hampir semua Guru menyampaikan: “Setelah tidak ada aku nanti, mungkin pentolan-pentolan kelompokku sudah tidak punya ‘clash of vision’, tetapi mereka tetap punya ‘clash of minds’, ‘clash of egoes’, mereka merasa bahwa tindakan yang dipilihnya benar menurut pemahamannya, dan kalian akan melihat banyaknya aliran muncul”. seandainya Guru masih hidup maka kebenaran dapat ditanyakan dan tidak akan ada permasalahan. Mereka yang gila kekuasaan menggunakan pemahaman terhadap wasiat Guru sebagai alat untuk membangun kekuasaan. Yang terjadi bukan perang berdasarkan perbedaan keyakinan,  tetapi perebutan kekuasaan menggunakan perbedaan pemahaman atau keyakinan sebagai alat yang ampuh.
Dikisahkan Sunan Kudus sebagai Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang Sultan untuk datang ke Kudus untuk mendinginkan suasana. Pada saat itu terjadi perang mulut antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya dan mereka saling menghunus keris. Konon Sunan Kudus berteriak: “Apa-apaan kalian! Penangsang cepat sarungkan senjatamu, dan masalahmu akan selesai!” Arya Penangsang patuh dan menyarungkan keris ‘Setan Kober’nya. Setelah pertemuan usai, konon Sunan Kudus menyayangkan Arya Penangsang, maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan keris ke tubuh Sultan Hadiwijaya dan masalah akan selesai.
Akhirnya Arya Penangsang dengan kuda ‘Gagak Rimang’nya dipancing dengan kuda betina Sutawijaya yang berada di luar Bengawan Sore atas saran penasehat Ki Gede Pemanahan dan ki Penjawi. Dan, Arya Penangsang  menaiki ‘Gagak Rimang’ yang bersemangat menyeberangi Bengawan Sore. Begitu berada di luar Bengawan Sore kesaktian Arya Penangsang  berkurang yang akhirnya dia dapat terbunuh. Atas jasanya Ki Penjawi diberi tanah di Pati dan Ki Gede Pemanahan diberi tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijaya adalah putra Ki Gede Pemanahan dan merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum putra kandungnya,  Pangeran Benawa lahir. Sutawijaya konon dikawinkan dengan putri Sultan sehingga Sutawijaya yang akhirnya menjadi  Sultan Pertama Mataram yang bergelar Panembahan Senopati, anak keturunannya masih berdarah Raja Majapahit.
KEMUNDURAN KERAJAAN PAJANG
Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan Kesultanan Mataram di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Peninggalan;
1.      Masjid Laweyan

Akulturasi budaya budaya Islam dan Hindu merupakan fakta sejarah di Pulau Jawa. Di Solo, Jawa Tengah, bukti multikulturalisme itu bisa dilihat pada Masjid Ki Ageng Henis atau lebih dikenal sebagai Masjid Laweyan.
Masjid Laweyan yang terletak di Kampung Batik Laweyan Solo tersebut menjadi bukti sejarah akulturasi Budaya Islam-Hindu, karena bangunan masjid itu sebelumnya merupakan bangunan pura. Namun, saat ini bekas bangunan pura sulit ditemukan, karena Masjid Laweyan sudah mengalami pemugaran berulang kali.
Menurut salah seorang pengurus Masjid Laweyan, Adiyanto, masjid ini yang tertua di Solo. Sebab, pendiri masjid tersebut merupakan sosok cikal bakal penerus takhta di tiga kerajaan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. “Sebelum dibangun masjid, dulunya merupakan bangunan pura sebagai tempat ibadah umat Hindu,” kata dia kepada VIVAnews.com, Senin.
Awal mula berdirinya masjid itu tidak lepas dari pengaruh  Ki Ageng Henis yang bersahabat baik dengan seorang Pemangku atau Pandhita Umat Hindu. Dari persahabatan itu, lambat laun Pemangku tersebut mulai tertarik mempelajari agama Islam yang ajarannya berasal dari Al Quran dan hadits.
Setelah itu, Sang Pemangku itu langsung tertarik belajar agama Islam dan mengikrarkan diri memeluk agama Islam mengikuti jejak Ki Ageng Henis. Bangunan pura yang sebelumnya menjadi tempat ibadah agama Hindu langsung diserahkan ke Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi bangunan langgar (musala). Dalam perkembangannya, langgar itu kemudian berubah menjadi masjid.
Masjid Laweyan, menurut Adiyanto, berdiri sejak tahun 1546, di masa Kerajaan Pajang. Kerajaan tersebut merupakan cikal bakal kerajaan Mataram yang kemudian pecah menjadi Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mataram Ngayogyakarta.
Ki Ageng Henis ini sebagai penasihat  spiritual Kerajaan Pajang. Beliau merupakan keturunan Raja Majapahit dari silsilah Raja Brawijaya-Pangeran Lembu Peteng-Ki Ageng Getas Pandawa lalu Ki Ageng Selo. Sedangkan keturunan Ki Ageng Henis saat ini menjadi raja-raja di kraton Kasunanan dan Mataram,” katanya.
Bentuk arsitek masjid yang mirip seperti Kelenteng Jawa, juga menjadi ciri khas Masjid Laweyan yang berbeda dengan bentuk arsitek masjid pada umumnya. ”Ada juga kentongan besar yang usianya ratusan tahun, tapi jarang dibunyikan, karena digantikan dengan bedug. Sisa bangunan yang usianya tua, adalah dua belas tiang utama masjid dari kayu jati,” kata dia.
Bentuk arsitektur lainnya, terdapat tiga lorong jalur masuk di bagian depan masjid. Tiga lorong itu menandakan tiga jalan menuju kehidupan yang bijak yakni Islam, Iman dan Ihsan.
Meski Masjid Laweyan merupakan peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta, saat ini pemeliharaannya justru lebih didominasi masyarakat sekitar yang rata-rata sebagai pengusaha batik. Ritual tradisi budaya keraton juga jarang digelar di Masjid Laweyan.
2.      Batik laweyan



Referensi

Tuesday, November 26, 2019

Manfaat Jambu Biji bagi Tubuh


Jambu Biji merupakan salah jenis buah-buahan yang sudah kita kenal dari berbagai jenis buah-buahan yang ada. Secara fisik, jambu biji sangat mudah dikenali seperti kulit buah yang bewarna hijau, memiliki daging buah yang bewarna putih atau merah serta memiliki banyak biji dalam daging buahnya. Meskipun jambu biji menyimpan berbagai manfaat menakjubkan, tapi nyatanya belum banyak yang mengetahuinya. Lalu, apa saja manfaat menakjubkan jambu biji bagi kesehatan tubuh tersebut.
    Sahabat, tips kesehatan. Sebagian besar nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh terdapat pada buah-buahan yang kita konsumsi setiap harinya khususnya vitamin, sumber serat, protein serta mineral. Salah satu buah yang sangat dianjurkan untuk mulai dikonsumsi setiap hari adalah jambu biji. Ini dikarenakan, jambu biji merupakan salah satu buah yang kaya nutrisi  dan mudah ditemukan serta mudah tumbuh di alam Indonesia. Setelah membaca artikel ini, diharapkan anda  mulai melirik jambu biji. 
Berikut ini 7 manfaat menakjubkan jambu biji bagi kesehatan tubuh anda : 
  1. Nutrisi Mata. Jambu biji ternyata mengandung sumber utama vitamin A. Vitamin A membantu menutrisi organ mata yang akan menyehatkan mata serta membantu memperlambat munculnya gangguan kesehatan pada mata seperti katarak serta degenerasi makula atau penurunan penglihatan ketika usia bertambah.
  2. Pencegah Kanker. Jambu biji memiliki sumber antioksidan yang dibutuhkan oleh tubuh anda. Sumber antioksidan yang dimaksud yaitu likopen yang mana memiliki fungsi mengurangi resiko terkena kanker prostat, kanker payudara serta kanker mulut. Ini dikarenakan, jambu biji dapat menghambat pertumbuahan serta metastasis sel kanker yang mematikan tersebut.
  3. Penurun Berat Badan. Jambu biji nyatanya juga terbukti efektif dalam program  penurunan berat badan anda. Ini dikarenakan, selain bersifat mengenyangkan perut lebih lama, jambu biji juga memasok kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sera rendah kolesterol dan rendah karbohidrat. Inilah yang membuat jambu biji menjadi salah satu program diet anda yang sempurna.
  4. Penghindar Diabetes. Ternyata jambu biji dapat membantu mencegah munculnya penyakit diabetes tipe 2. Selain itu, jambu biji juga sangat baik bagi penderita diabetes. Ini dikarenakan, sumber serat dalam jambu biji dapat membantu mengatur atau mengontrol penyerapan gula didalam tubuh anda.
  5. Penangkal Hipertensi. Fungsi lain yang tak kalah penting dari jambu biji yaitu mengurangi resiko terkena tekanan darah tinggi atau hipertensi. Kandungan sumber serat dalam jambu biji berperan dalam mengurangi kadar kolesterol jahat dalam darah dan meningkatkan sirkulasi darah di pembuluh darah yang mana pada akhirnya dapat mencegah hipertensi.
  6. Cerdaskan Otak. Jambu biji mengandung vitamin B3 (niasin) serta B6. Kedua vitamin tersebut berperan dalam hal meningkatkan sirkulasi darah keseluruh organ termasuk otak. Oleh karena itulah, jambu biji dapat menjadi salah satu buah alternatif yang dapat meningkatkan kesehatan otak dan membuat seseorang lebih berkonsentrasi.
  7. Solusi Sembelit. Susah buang air besar atau sembelit menjadi masalah serius jika tidak segera ditangani secara lebih cepat. Sumber serat dalam jambu biji dapat membantu meningkatkan kesehatan sistem pencernaan dan sistem ekskresi. Dalam hal ini dapat memudahkan proses buang air besar dan menjauhkan anda dari sembelit.

Tuesday, November 19, 2019

Bagaimana Sejarah Jabat Tangan?


Bagaimana sih sebenarnya sejarah jabat tangan itu?
Mungkin sebagian orang menganggap jabat tangan adalah tindakan yang sepele karena gerakannya mudah dan dapat dilakukan siapa saja. Namun jangan salah, berjabatan tangan ini justru menjadi hal yang sangat istimewa saat ia muncul pertama kalinya.
Awalnya Jabat Tangan merupakan simbol serah terima kekuasaan dari dewa atau Tuhan kepada penguasa duniawi. Dalam sejarah Mesir yang terekam dalam tulisan Mesir kuno atau Hieroglyphic, handshake berarti “memberi” dengan gambarnya tangan dewa yang diulurkan.
Merujuk pada sejarah Mesir itulah, sekitar 1800 SM, di Babylonia, pengalihan kekuasaan pada raja berikutnya dilakukan dengan cara tangan yang diulurkan. Raja waktu itu selalu mengenggam tangan patung Dewa Marduk, dewa peradaban.
Versi Cerita Rakyat
Menurut versi cerita rakyat zaman dulu, jabat tangan dilakukan pertama kali dilakukan oleh dua orang petani yang satu sama lainnya tidak saling kenal. Ketika keduanya bertemu mereka tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya dan saling menggenggam satu dengan yang lain.
Dalam Perkembangannya
Jabat tangan tersebut menjadi suatu gestur bahwa keduanya tidak membawa senjata tersembunyi dan menginginkan perdamaian. Akhirnya makna perdamaian ini diadopsi oleh Pengadilan Inggris pada akhir abad ke 16 untuk memberikan pelayanan yang baik pada semua orang.
Kebiasaan berjabat tangan pun akhirnya berhasil menggantikan model ciuman di mulut yang dilakukan di Inggris pada abad ke-19. Ketika para lelaki Inggris bertemu dengan wanita maka ia akan segera mencium bibirnya, meski berada di tengah kerumunan publik.
Namun sejak kebiasaan berjabat tangan berkembang cepat, lelaki Inggris lebih memilih model itu. Selain lebih sopan, jabat tangan juga menujukkan rasa hormat pada wanita. Kepopuleran jabat tangan pun akhirnya menjadi budaya dalam sejarah peradaban manusia. Di beberapa negara, jabat tangan digunakan dalam berbagai macam situasi dengan maknanya yang berbeda pula.
Dari beberapa sumber