Saturday, November 30, 2019

Sejarah Singkat Kerajaan Mataram Islam



Bagi masyarakat Jawa, khusunya di daerah Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya, nama Mataram (Islam) tentu sangat melekat dalam hati. Setidaknya jika tidak mengetahui sejarahnya, kita tahu bahwa itu merupakan nama kerajaan Islam yang besar yang pernah ada di bumi Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya) pada abad ke-16. Dimanakah bumi Mataram itu berada, menurut sebahagian sumber, bumi Mataram itu berada di Kotagede Yogyakarta sekarang, yang dulu dikenal dengan nama Alas Mentaok.[1]
Alas Mentaok yang kemudian menjadi pusat Kesultanan Mataram, ini berada di lereng selatan Gunung Merapi. Wilayahnya terbentang dari mulai Kali Progo hingga Kali Opak.[2] Alas ini pada awalnya merupakan sebuah hutan yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah sayembara dari Sultan Pajang.[3] Dari penjelasan sekilas tersebut, dapat diketahui bahwa asal muasal lahirnya Kerajaan Mataram Islam, atau yang lebih umum disebut Kesultanan Mataram, sebenarnya berawal dari sebuah sayembara. Yang mana syembara itu diadakan oleh Sultan Hadiwijaya untuk menumpas pemberontak yang bernama Arya Penangsang. Yang sebenarnya merupakan kepentingan dan pertarungan politik dari kedua belah pihak. Dalam sayembara itu disebutkan siapa saja yang berhasil membunuh Arya Penangsang, maka akan diberi hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Sayembara ini berawal dari perebutan kekuasaan di Kesultanan Demak, karena Arya Penangsang merasa tahta Kesultanan Demak adalah miliknya, sebab pewaris asli tahta Kesultanan pasca kematian Sultan Trenggono (Sultan Demak Ke-3) yang tak lain adalah putra Raden Patah pendiri Kerajaan Demak dari permaisuri Ratu Asyikah, putri Sunan ampel adalah Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lapen atau Raden Kikin tersebut dibunuh oleh Pangeran Mukmin alias Pangeran Prawata (putra sulung Pangeran Trenggono) sehingga tahta Demak jatuh ke tangannya. Karena Arya Penangsang merasa dirinya sebagai pewaris sah tahta Kerajaan Demak, maka iapun membalaskan dendam kematian ayahnya dengan membunuh Pangeran Mukmin.[4] Bahkan bukan hanya Pangeran Mukmin yang dibunuhnya tapi juga iparnya yang bernama Pangeran Kalinyamat. Arya Penangsang yang tidak menerima atas pembunuhan ayahnya oleh saudara sepupunya sendiri itu kemudian melampiaskan dendamnya dengan membunuh Pangeran Prawata. Dan pristiwa ini terjadi setelah Sultan Trenggono wafat dalam suatu ekspedisi ke Surabaya. Tahta Demak sebenarnya berhasil direbut oleh Arya Penangsang, Arya Penangsang sendiri merupakan penguasa Jipang Panolan dan disisi lain waktu itu Kerajaan Demak telah dipindah ke Pajang, dan yang menjadi penguasa waktu itu adalah Sultan Hadiwijaya, yang tak lain dia merupakan menantu Sultan Trenggono dan ipar dari Mukmin serta Kalinyamat. Dengan demikian, kekuasaan Demak yang sesungguhnya diwariskan kepada Sultan Hadiwijaya yang kemudian mendirikan Kerajaan Pajang.
Dari peristiwa ini dapat ditarik benang merahnya bahwa Sultan Hadiwijaya adalah musuh Arya Penangsang. Namun sayembara itu timbul bukan dari fikiran Sultan Hadiwijaya melainkan dari iparnya yang suaminya juga dibunuh Arya Penangsang yang bernama Pangeran Kalinyamat, Ratu Pangeran Kalinyamat tidak menerima atas pembunuhan itu kemudian dia bertapa telanjang di Gunung Danaraja dan dia tidak akan berhenti bertapa sampai Arya Penangsang berhasil dibunuh, hingga akhirnya membuat sayembara tersebut. Bahkan Ratu Kalinyamat bersedia menyerahkan dirinya, hingga akhirnya Sultan Hadiwijaya mendengar dan menyanggupinya.[5] Sultan Hadiwijaya merasa tidak enak hati untuk melawan secara terang-terangan kepada Arya Penangsang. Karena bagaimanapun Arya Penangsang adalah bagian dari keluarga Kesultanan Demak, yang sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan Kesultanan Pajang. Namun ada empat orang yang menyanggupi sayembara tersebut yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Mataram, diantaranya adalah Ki Ageng Pemanahan dan Putranya yang bernama Danang Sutawijaya, Ki Penjawi dan Ki Jurumartani. Disinilah dapat diceritakan babak tewasnya Arya Penangsang yang dibunuh oleh Danang Sutawijaya dengan tombak yang bernama Kyai Plered dan keris Kyai Setan Kober. Tapi yang diberikan hadiah hanya kepada dua orang yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi, sebab keberhasilan membunuh Arya Penangsang dianggap adalah kemenangan mereka berdua.
      Namun dalam pembagian wilayah itu, Ki Ageng Pemanahan tidak puas sebab yang didapatkannya tanah yang gersang dan masih berupa alas lebat yang tidak subur, sedangkan bagian Ki Ageng Penjawi bagian yang subur dan bagian Kadipaten yang sudah maju, tapi meski tidak puas dia juga menerimanya hingga akhirnya dia berangkat ke Mentoak untuk membabat alas tersebut, setelah itu baru kemudian Ki Ageng berhasil mendirikan kadipaten yang diberi nama Mataram, dalam waktu yang relatif dia berhasil membuat Mataram dan rakyatnya maju setelelah dia wafat pada tahun 1575 Mataram diteruskan oleh Sutawijaya, dan dari situlah Kerajaan Mataram Islam lahir. Seperti kita ketahui, pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Panembahan Senopati yang nama lengkapnya Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin dan siapakah dia itu, dia itu adalah nama lain Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan, dengan demikian pendiri Kerajaan Mataram adalah pewaris sah bumi Mataram. Yang mulai berdirinya pada tahun 1586.[6] Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Kerajaan Mataram Islam tidak terlepas dari dua sejarah sebelumnya, Demak dan Pajang. Dan dua kerajaan Islam ini menobatkan diri sebagai pewaris Kerajaan Majapahit yang Agung. Oleh karena itu secara otomatis, Kerajaan Mataram Islam pun merupakan pewaris tahta Kerajaan Majapahit, dan Raja-raja Mataram adalah keturunan dari Raja-raja Majapahit.
      Secara garis besar juga perkembangan Kerajaan Mataram dari masa kemasa dibagi menjadi empat masa dan dibawah naungan empat Raja, masa Panembahan Senopati, Panembahan Hanyokrowati, Sultan Agung dan Amangkurat I. Dan pada ahirnya pecah menjadi dua kerajaan disebabkan tragedi perjanjian Giyanti dan inilah cikal bakal lahirnya Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta dan disinilah berakhirnya Kerajaan Mataram, dan perjanjian ini terjadi antara tiga golongan, yakni VOC, pihak Pakubuwono III, dan pihak Mangkubumi alias Hamengkubuwono I, dan perjanjian ini disahkan 13 Februari 1755.

Daftar Pustaka
Soedjippto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram, (Saufa-Yoyakarta:2015)

Soedjippto Abimanyu, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara-Sejarah dan Biografinya,(Laksana-Yogyakarta:2014)

Teguh Panji, Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit,(Laksana-Yogyakarta:2015)



- Ardi Sinaga - Academia - Dengan Perbaikan admin -


[1] Soedjipto Abimanyu,Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli,(Yogyakarta:Laksana,2013),hlm.356
[2] Dr.Sidik Jatmika,M.Si.,Urip Mung MampirNgguyu,’Telaah Sosiologis Folklor Jogja,(Yogyakarta: Kansius,2009),hlm.10
[3] Sultan Pajang yang dimaksud adalah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet (nama kecil Jaka Tingkir).HM.Nasruddin Anshoriy,Neo Patriotisme,’Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa.(Yogyakarta:LkiS,2008),hlm.175
[4] Drs.Sardiman, sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial (Jakarta:Yudhistira,2008),hlm.95.
[5] Prof.Dr.Slamet Muljana,Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.(Yogyakarta:LkiS,2005),hlm.246
[6] Y.Sri Puji Astuti,T.D.Haryo Tamtomo,dan N.Suparno,IPS Terpadu 1B Untuk SMP dan MTs Kelas VII Semester 2 Standar Isi 2006(Jakarta:Erlangga,2007)hlm.100

No comments:
Write comments