Bagi masyarakat Jawa,
khusunya di daerah Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya, nama Mataram (Islam) tentu
sangat melekat dalam hati. Setidaknya jika tidak mengetahui sejarahnya, kita
tahu bahwa itu merupakan nama kerajaan Islam yang besar yang pernah ada di bumi
Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya) pada abad ke-16. Dimanakah bumi Mataram itu
berada, menurut sebahagian sumber, bumi Mataram itu berada di Kotagede
Yogyakarta sekarang, yang dulu dikenal dengan nama Alas Mentaok.[1]
Alas Mentaok yang
kemudian menjadi pusat Kesultanan Mataram, ini berada di lereng selatan Gunung
Merapi. Wilayahnya terbentang dari mulai Kali Progo hingga Kali Opak.[2]
Alas ini pada awalnya merupakan sebuah hutan yang diberikan kepada Ki Ageng
Pemanahan sebagai hadiah sayembara dari Sultan Pajang.[3]
Dari penjelasan sekilas tersebut, dapat diketahui bahwa asal muasal lahirnya
Kerajaan Mataram Islam, atau yang lebih umum disebut Kesultanan Mataram,
sebenarnya berawal dari sebuah sayembara. Yang mana syembara itu diadakan oleh
Sultan Hadiwijaya untuk menumpas pemberontak yang bernama Arya Penangsang. Yang sebenarnya
merupakan kepentingan dan pertarungan politik dari kedua belah pihak.
Dalam sayembara itu disebutkan siapa saja yang berhasil membunuh Arya
Penangsang, maka akan diberi hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Sayembara ini berawal
dari perebutan kekuasaan di Kesultanan Demak, karena Arya Penangsang merasa
tahta Kesultanan Demak adalah miliknya, sebab pewaris asli tahta Kesultanan
pasca kematian Sultan Trenggono (Sultan Demak Ke-3) yang tak lain adalah putra
Raden Patah pendiri Kerajaan Demak dari permaisuri Ratu Asyikah, putri Sunan
ampel adalah Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lapen atau Raden
Kikin tersebut dibunuh oleh Pangeran Mukmin alias Pangeran Prawata (putra
sulung Pangeran Trenggono) sehingga tahta Demak jatuh ke tangannya. Karena Arya
Penangsang merasa dirinya sebagai pewaris sah tahta Kerajaan Demak, maka iapun
membalaskan dendam kematian ayahnya dengan membunuh Pangeran Mukmin.[4]
Bahkan bukan hanya Pangeran Mukmin yang dibunuhnya tapi juga iparnya yang
bernama Pangeran Kalinyamat. Arya Penangsang yang tidak menerima atas
pembunuhan ayahnya oleh saudara sepupunya sendiri itu kemudian melampiaskan
dendamnya dengan membunuh Pangeran Prawata. Dan pristiwa ini terjadi setelah Sultan
Trenggono wafat dalam suatu ekspedisi ke Surabaya. Tahta Demak sebenarnya berhasil
direbut oleh Arya Penangsang, Arya Penangsang sendiri merupakan penguasa Jipang
Panolan dan disisi lain waktu itu Kerajaan Demak telah dipindah ke Pajang, dan
yang menjadi penguasa waktu itu adalah Sultan Hadiwijaya, yang tak lain dia
merupakan menantu Sultan Trenggono dan ipar dari Mukmin serta Kalinyamat. Dengan
demikian, kekuasaan Demak yang sesungguhnya diwariskan kepada Sultan Hadiwijaya
yang kemudian mendirikan Kerajaan Pajang.
Dari peristiwa ini
dapat ditarik benang merahnya bahwa Sultan Hadiwijaya adalah musuh Arya
Penangsang. Namun sayembara itu timbul bukan dari fikiran Sultan Hadiwijaya
melainkan dari iparnya yang suaminya juga dibunuh Arya Penangsang yang bernama
Pangeran Kalinyamat, Ratu Pangeran Kalinyamat tidak menerima atas pembunuhan
itu kemudian dia bertapa telanjang di Gunung Danaraja dan dia tidak akan
berhenti bertapa sampai Arya Penangsang berhasil dibunuh, hingga akhirnya
membuat sayembara tersebut. Bahkan Ratu Kalinyamat bersedia menyerahkan
dirinya, hingga akhirnya Sultan Hadiwijaya mendengar dan menyanggupinya.[5]
Sultan Hadiwijaya merasa tidak enak hati untuk melawan secara terang-terangan
kepada Arya Penangsang. Karena bagaimanapun Arya Penangsang adalah bagian dari
keluarga Kesultanan Demak, yang sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan
Kesultanan Pajang. Namun ada empat orang yang menyanggupi sayembara tersebut
yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Mataram, diantaranya adalah Ki Ageng
Pemanahan dan Putranya yang bernama Danang Sutawijaya, Ki Penjawi dan Ki
Jurumartani. Disinilah dapat diceritakan babak tewasnya Arya Penangsang yang
dibunuh oleh Danang Sutawijaya dengan tombak yang bernama Kyai Plered dan keris
Kyai Setan Kober. Tapi yang diberikan hadiah hanya kepada dua orang yaitu Ki
Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi, sebab keberhasilan membunuh Arya
Penangsang dianggap adalah kemenangan mereka berdua.
Namun
dalam pembagian wilayah itu, Ki Ageng Pemanahan tidak puas sebab yang
didapatkannya tanah yang gersang dan masih berupa alas lebat yang tidak subur,
sedangkan bagian Ki Ageng Penjawi bagian yang subur dan bagian Kadipaten yang
sudah maju, tapi meski tidak puas dia juga menerimanya hingga akhirnya dia
berangkat ke Mentoak untuk membabat alas tersebut, setelah itu baru kemudian Ki
Ageng berhasil mendirikan kadipaten yang diberi nama Mataram, dalam waktu yang
relatif dia berhasil membuat Mataram dan rakyatnya maju setelelah dia wafat
pada tahun 1575 Mataram diteruskan oleh Sutawijaya, dan dari situlah Kerajaan
Mataram Islam lahir. Seperti kita ketahui, pendiri Kerajaan Mataram Islam
adalah Panembahan Senopati yang nama lengkapnya Panembahan Senopati Ing Alogo
Sayidin dan siapakah dia itu, dia itu adalah nama lain Danang Sutawijaya, putra
Ki Ageng Pemanahan, dengan demikian pendiri Kerajaan Mataram adalah pewaris sah
bumi Mataram. Yang mulai berdirinya pada tahun 1586.[6]
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Kerajaan Mataram Islam tidak terlepas dari
dua sejarah sebelumnya, Demak dan Pajang. Dan dua kerajaan Islam ini menobatkan
diri sebagai pewaris Kerajaan Majapahit yang Agung. Oleh karena itu secara
otomatis, Kerajaan Mataram Islam pun merupakan pewaris tahta Kerajaan
Majapahit, dan Raja-raja Mataram adalah keturunan dari Raja-raja Majapahit.
Secara
garis besar juga perkembangan Kerajaan Mataram dari masa kemasa dibagi menjadi
empat masa dan dibawah naungan empat Raja, masa Panembahan Senopati, Panembahan
Hanyokrowati, Sultan Agung dan Amangkurat I. Dan pada ahirnya pecah menjadi dua
kerajaan disebabkan tragedi perjanjian Giyanti dan inilah cikal bakal lahirnya
Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta dan disinilah berakhirnya
Kerajaan Mataram, dan perjanjian ini terjadi antara tiga golongan, yakni VOC,
pihak Pakubuwono III, dan pihak Mangkubumi alias Hamengkubuwono I, dan
perjanjian ini disahkan 13 Februari 1755.
Daftar Pustaka
Soedjippto
Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram, (Saufa-Yoyakarta:2015)
Soedjippto
Abimanyu, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara-Sejarah dan
Biografinya,(Laksana-Yogyakarta:2014)
Teguh Panji, Kitab
Sejarah Terlengkap Majapahit,(Laksana-Yogyakarta:2015)
- Ardi Sinaga - Academia - Dengan Perbaikan admin -
[1] Soedjipto Abimanyu,Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli,(Yogyakarta:Laksana,2013),hlm.356
[2] Dr.Sidik Jatmika,M.Si.,Urip Mung MampirNgguyu,’Telaah Sosiologis
Folklor Jogja,(Yogyakarta: Kansius,2009),hlm.10
[3] Sultan Pajang yang dimaksud adalah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya
atau Mas Karebet (nama kecil Jaka Tingkir).HM.Nasruddin Anshoriy,Neo Patriotisme,’Etika
Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa.(Yogyakarta:LkiS,2008),hlm.175
[4] Drs.Sardiman, sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial
(Jakarta:Yudhistira,2008),hlm.95.
[5] Prof.Dr.Slamet Muljana,Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara
Islam di Nusantara.(Yogyakarta:LkiS,2005),hlm.246
[6] Y.Sri Puji Astuti,T.D.Haryo Tamtomo,dan N.Suparno,IPS Terpadu 1B
Untuk SMP dan MTs Kelas VII Semester 2 Standar Isi 2006(Jakarta:Erlangga,2007)hlm.100
No comments:
Write comments