Ismail Marzuki adalah Pahlawan Nasional yang dikenal sebagai
salah satu sang maestro musik Indonesia. Dari tangannya, banyak tercipta
karya-karya lagu perjuangan yang sampai sekarang terus dinyayikan oleh rakyat
Indonesia. Besarnya jasa Ismail Marzuki membuat pemerintah Indonesia
menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Ismail Marzuki.
Bagaimana Kisahnya?
Masa Kecil
Ismail Marzuki lahir dan besar di Jakarta dari keluarga Betawi. Nama sebenarnya
adalah Ismail, sedangkan ayahnya bernama Marzuki, sehingga nama lengkap beliau
menjadi Ismail bin Marzuki. Namun, kebanyakan orang memanggil nama lengkapnya
Ismail Marzuki, bahkan di lingkungan teman-temannya kerap dipanggil Mail, Maing
atau bang Maing. Ia dilahirkan di kampung Kwitang, tepatnya di kecamatan Senen,
wilayah Jakarta Pusat, pada tanggal 11 Maret 1914. Tiga bulan setelah Ismail
dilahirkan, ibunya meninggal dunia. Sebelumnya Ismail Marzuki juga telah
kehilangan 2 orang kakaknya bernama Yusuf dan Yakup yang telah mendahului saat
dilahirkan. Kemudian beliau tinggal bersama ayah dan seorang kakaknya yang
masih hidup bernama Hamidah, yang umurnya lebih tua 12 tahun dari Ismail. Ismail Marzuki dikenal memiliki
bakat seni yang sulit dicari bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia
merupakan anak dari pasangan Marzuki dan Solechah.
Dalam biografi Ismail Marzuki, ia
terkenal sebagai pemuda yang berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar.
Ismail sejak muda senang tampil necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya
mengkilat dan ia senang berdasi. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya,
Marzuki, yang saat itu seorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO.
Ayahnya, Marzuki dikenal gemar
memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi
tidak aneh kalau kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.
Orang tua Ismail Marzuki
yakni Marzuki dan Solechah termasuk golongan masyarakat Betawa intelek yang
berpikiran maju. Ismail Marzuki yang dipanggil dengan nama Ma’ing, sejak bocah
sudah menunjukkan minat yang besar terhadap seni musik.
Pendidikan Ismail Marzuki
Ayahnya berpenghasilan
cukup sehingga sanggup membeli piringan hitam dan gramafon yang populer disebut
“mesin ngomong” oleh masyarakat Betawi tempo dulu. Ismail Marzuki disekolahkan
ayahnya ke sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng.
Nama panggilannya di
sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa khawatir kalau nantinya
bersifat kebelanda-belandaan, Ismail Marzuki lalu dipindahkan ke Madrasah
Unwanul-Falah di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik
sederhana.
Bahkan tiap naik kelas Ismail Marzuki diberi hadiah
harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah lulus, ia masuk sekolah MULO dan
membentuk grup musik sendiri. Di situ dia memainkan alat musik banyo dan gemar
memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta lagu-lagu Barat yang digandrungi pada
masa itu.
Setelah tamat
MULO, Ismail Marzuki bekerja di Socony Service Station sebagai kasir
dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli
biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya.
Ia kemudian pindah
pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan hitam
produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan
Ir. H. Juanda) Jakarta.
Terjun Ke Dunia Musik
Ismail Marzuki memulai debutnya di
bidang musik pada usia 17 tahun, ketika untuk pertama kalinya ia berhasil mengarang
lagu "O Sarinah” pada tahun 1931. Ismail mempunyai kepribadian yang luhur
di bidang seni. Tahun 1936, Mail memasuki perkumpulan orkes musik Lief Java
sebagai pemain gitar, saxophone dan harmonium pompa.
Pada tahun 1940 Ismail Marzuki pun
menikah dengan Eulis Zuraidah, seorang primadona dari klub musik yang ada di
Bandung dimana Ismail Marzuki juga tergabung didalamnya. Pasangan ini kemudian
mengadopsi seorang anak bernama Rachmi, yang sebenarnya masih keponakan Eulis.
Pada masa penjajahan Jepang, Ismail
Marzuki turut aktif dalam orkes radio pada Hozo Kanri Keyku Radio Militer
Jepang. Dan ketika masa kependudukan Jepang berakhir, Ismail Marzuki tetap
meneruskan siaran musiknya di RRI. Selanjutnya ketika RRI kembali dikuasia
Belanda pada tahun 1947, Ismail Marzuki yang tidak mau bekerja sama dengan
Belanda dan memutuskan untuk keluar dari RRI. Ismail Marzuki baru kembali
bekerja di radio setelah RRI berhasil diambil alih. Ia kemudian mendapat
kehormatan menjadi pemimpin Orkes Studio Jakarta. Pada saat itu ia menciptakan
lagu Pemilihan Umum dan diperdengarkan pertama kali dalam Pemilu 1955.
Beberapa karya Ismail Marzuki yang
cukup dikenal antara lain:
- Tahun 1931, untuk pertama kalinya
Ismail menciptakan lagu yang berjudul “Oh Sarinah” yang syairnya dibuat dalam
bahasa Belanda.
- Tahun 1935, sewaktu berusia 21 tahun
muncul karyanya dalam bentuk keroncong yang berjudul Keroncong Serenata.
- Tahun 1936, mencipta Roselani, judul
ini membawa kita ke suasana romantis alam Hawaii di Samudra Pasifik.
- Tahun 1937, muncul lagu-lagu yang
mengambil latar belakang “Hikayat 1001 Malam” berjudul Kasim Baba saat Ismail
berusia 23 tahun; dan mencipta gubahan keroncong yang berjudul keroncong sejati
bermodus minor bernafaskan melodi yang melankolis.
- Tahun 1938, mengisi ilustrasi musik
film berjudul “Terang Bulan”. Di dalamnya ada 3 buah lagu, antara lain: Pulau
Saweba, Di Tepi Laut, Duduk Termenung. Film ini dibintangi oleh Miss Rukiah,
Kartolo, Raden Mochtar dan lain-lain. Pemuda Ismail turut berperan dalam film
tersebut yakni bermain musik dengan rekan-rekannya sebagai pelengkap skenario.
Film ini diputar di Malaya. Ismail bernyanyi untuk adegan Raden Mochtar sewaktu
menyanyi.
- Tahun 1939, keluar ciptaan sebanyak 8
buah lagu, 2 lagu diantaranya berbahasa Belanda, yaitu: Als de Ovehedeen dan
Als’t Meis is in de tropen. Sedang lagu-lagu Indonesianya adalah Bapak Kromo,
Bandaneira, Olee lee di Kutaraja, Rindu Malam, Lenggang Bandung, Melancong ke
Bali. Dalam periode ini Ismail belum menciptakan lagu-lagu perjuangan.
Membentuk Perikatan Radio
Ketimuran (PRK)
Ketika Ismail
Marzuki membentuk organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda
memintanya untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung (Tegal-Lega).
Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat.
Pada periode ini dia
banyak mempelajari bentuk-bentuk lagu Barat, yang digubahnya dan kemudian
diterjemahkannya ke dalam nada-nada Indonesia.
Sebuah lagu Rusia
ciptaan R. Karsov diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda menjadi “Panon Hideung”.
Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi memiliki intonasi Timur yakni
lagu “Als de orchideen bloeien”.
Lagu ini kemudian
direkam oleh perusahaan piringan hitam His Master Voice (HMV). Kelak lagu ini
diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Bila Anggrek Mulai
Berbunga”.
Tahun 1940, Ismail
Marzuki menikah dengan penyanyi kroncong Eulis Zuraidah. Pada Maret 1942, saat
Jepang menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan diganti dengan nama
Hoso Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama
Kireina Jawa.
Menciptakan Lagu Perjuangan
Saat itu Ismail
Marzuki mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu perjuangan. Mula-mula
syair lagunya masih berbentuk puitis yang lembut seperti “Kalau Melati Mekar
Setangkai”, “Kembang Rampai dari Bali” dan bentuk hiburan ringan, bahkan agak
mengarah pada bentuk seriosa.
Dalam Biografi Ismail
Marzuki diketahui bahwa ada periode 1943-1944, Ismail Marzuki menciptakan
lagu yang mulai mengarah pada lagu-lagu perjuangan, antara lain “Rayuan Pulau
Kelapa”, “Bisikan Tanah Air”, “Gagah Perwira”, dan “Indonesia Tanah Pusaka”.
Kepala bagian propaganda
Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu melaporkannya ke pihak
Kenpetai (Polisi Militer Jepang), sehingga Ismail Marzuki sempat diancam
oleh Kenpetai. Namun, putra Betawi ini tak gentar. Perjuangan Ismail Marzuki
selanjutnya pada 1945 menciptakan lagu “Selamat Jalan Pahlawan Muda”.
Setelah Perang Dunia II,
ciptaan lagu Ismail marzuki terus mengalir, antara lain “Jauh di Mata di Hati
Jangan” (1947) dan “Halo-halo Bandung” (1948). Ketika itu Ismail Marzuki dan
istrinya pindah ke Bandung karena rumah mereka di Jakarta kena dihantam peluru
mortir.
Ketika berada di Bandung
selatan, ayah Ismail Marzuki di Jakarta meninggal. Ismail Marzuki
terlambat menerima berita. Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah beberapa
hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya dan telah layu,
mengilhaminya untuk menciptakan lagu “Gugur Bunga”.
Lagu-lagu ciptaan
lainnya mengenai masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa mengurangi
nilai-nilai semangat perjuangan antara lain “Ke Medan Jaya”, “Sepasang Mata
Bola”, “Selendang Sutra”, “Melati di Tapal Batas Bekasi”, “Saputangan dari
Bandung Selatan”, “Selamat Datang Pahlawan Muda”.
Lagu hiburan populer
yang (kental) bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah
perjuangan kemerdekaan. Misalnya syair lagu “Tinggi Gunung Seribu Janji”, dan
“Juwita Malam”.
Lagu-lagu yang khusus
mengisahkan kehidupan para pejuang kemerekaan, syairnya dibuat ringan dalam
bentuk populer, tidak menggunakan bahasa Indonesia tinggi yang sulit dicerna.
Simak saja syair “Oh Kopral Jono” dan “Sersan Mayorku”.
Lagu-lagu ciptaannya
yang berbentuk romantis murni hiburan ringan, walaupun digarap secara populer
tapi bentuk syairnya berbobot seriosa. Misalnya lagu “Aryati”, “Oh Angin
Sampaikan. Tahun 1950 dia masih mencipta lagu “Irian Samba” dan tahun 1957 lagu
“Inikah Bahagia” — suatu lagu yang banyak memancing tandatanya dari para pengamat
musik.
Sampai pada lagu ciptaan
yang ke 100-an, Ismail Marzuki masih merasa belum puas dan belum bahagia.
Malah, lagu ciptaannya yang ke-103 tidak sempat diberi judul dan syair.
Lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang
paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa yang digunakan
sebagai lagu penutup akhir siaran oleh stasiun TVRI pada masa
pemerintahan Orde Baru.
Ismail Marzuki mendapat anugerah
penghormatan pada tahun 1968 dengan dibukanya Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan pusat
kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat. Pada tahun 2004 dia
dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia.
Ia sempat mendirikan orkes Empat
Sekawan. Selain itu ia dikenal publik
ketika mengisi musik dalam film Terang
Bulan.
Ismail Marzuki Wafat
Hingga Ma’ing alias
Ismail Marzuki komponis besar Indonesia itu menutup mata selamanya pada 25 Mei
1958. Peran Ismail Marzuki terhadap sejarah musik Indonesia sangat vital,
khususnya lagu-lagu perjuangan yang ia ciptakan.
Jasa Ismail Marzuki tersebut membuat pemerintah
menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2014 oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Nama Ismail Marzuki bahkan diabadikan ke dalam tempat pusat kesenian dan
kebudayaan yang bernama Taman Ismail Marzuki.
Karya Lagu Ismail Marzuki
·
Aryati
·
Gugur
Bunga
·
Melati
di Tapal Batas (1947)
·
Wanita
·
Rayuan
Pulau Kelapa
·
Sepasang
Mata Bola (1946)
·
Bandung
Selatan di Waktu Malam (1948)
·
O
Sarinah (1931)
·
Keroncong
Serenata
·
Kasim
Baba
·
Bandaneira
·
Lenggang
Bandung
·
Sampul
Surat
·
Karangan
Bunga dari Selatan
·
Selamat
Datang Pahlawan Muda (1949)
·
Juwita
Malam
·
Sabda
Alam
·
Roselani
·
Rindu
Lukisan
·
Indonesia
Pusaka
Referensi :
No comments:
Write comments