Tuesday, May 14, 2019

Siapa Ismail Marzuki? Yuk Kenalan Lebih Dekat




Ismail Marzuki adalah Pahlawan Nasional yang dikenal sebagai salah satu sang maestro musik Indonesia. Dari tangannya, banyak tercipta karya-karya lagu perjuangan yang sampai sekarang terus dinyayikan oleh rakyat Indonesia. Besarnya jasa Ismail Marzuki membuat pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Ismail Marzuki.
Bagaimana Kisahnya?
Masa Kecil
Ismail Marzuki lahir dan besar di Jakarta dari keluarga Betawi. Nama sebenarnya adalah Ismail, sedangkan ayahnya bernama Marzuki, sehingga nama lengkap beliau menjadi Ismail bin Marzuki. Namun, kebanyakan orang memanggil nama lengkapnya Ismail Marzuki, bahkan di lingkungan teman-temannya kerap dipanggil Mail, Maing atau bang Maing. Ia dilahirkan di kampung Kwitang, tepatnya di kecamatan Senen, wilayah Jakarta Pusat, pada tanggal 11 Maret 1914. Tiga bulan setelah Ismail dilahirkan, ibunya meninggal dunia. Sebelumnya Ismail Marzuki juga telah kehilangan 2 orang kakaknya bernama Yusuf dan Yakup yang telah mendahului saat dilahirkan. Kemudian beliau tinggal bersama ayah dan seorang kakaknya yang masih hidup bernama Hamidah, yang umurnya lebih tua 12 tahun dari Ismail. Ismail Marzuki dikenal memiliki bakat seni yang sulit dicari bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia merupakan anak dari pasangan Marzuki dan Solechah.
Dalam biografi Ismail Marzuki, ia terkenal sebagai pemuda yang berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang saat itu seorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO.
Ayahnya, Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.
Orang tua Ismail Marzuki yakni Marzuki dan Solechah termasuk golongan masyarakat Betawa intelek yang berpikiran maju. Ismail Marzuki yang dipanggil dengan nama Ma’ing, sejak bocah sudah menunjukkan minat yang besar terhadap seni musik.
Pendidikan Ismail Marzuki
Ayahnya berpenghasilan cukup sehingga sanggup membeli piringan hitam dan gramafon yang populer disebut “mesin ngomong” oleh masyarakat Betawi tempo dulu. Ismail Marzuki disekolahkan ayahnya ke sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng.
Nama panggilannya di sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa khawatir kalau nantinya bersifat kebelanda-belandaan, Ismail Marzuki lalu dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik sederhana.
Bahkan tiap naik kelas Ismail Marzuki diberi hadiah harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah lulus, ia masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. Di situ dia memainkan alat musik banyo dan gemar memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta lagu-lagu Barat yang digandrungi pada masa itu.
Setelah tamat MULO, Ismail Marzuki bekerja di Socony Service Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya.
Ia kemudian pindah pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda) Jakarta.
Terjun Ke Dunia Musik
Ismail Marzuki memulai debutnya di bidang musik pada usia 17 tahun, ketika untuk pertama kalinya ia berhasil mengarang lagu "O Sarinah” pada tahun 1931. Ismail mempunyai kepribadian yang luhur di bidang seni. Tahun 1936, Mail memasuki perkumpulan orkes musik Lief Java sebagai pemain gitar, saxophone dan harmonium pompa.
Pada tahun 1940 Ismail Marzuki pun menikah dengan Eulis Zuraidah, seorang primadona dari klub musik yang ada di Bandung dimana Ismail Marzuki juga tergabung didalamnya. Pasangan ini kemudian mengadopsi seorang anak bernama Rachmi, yang sebenarnya masih keponakan Eulis.
Pada masa penjajahan Jepang, Ismail Marzuki turut aktif dalam orkes radio pada Hozo Kanri Keyku Radio Militer Jepang. Dan ketika masa kependudukan Jepang berakhir, Ismail Marzuki tetap meneruskan siaran musiknya di RRI. Selanjutnya ketika RRI kembali dikuasia Belanda pada tahun 1947, Ismail Marzuki yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda dan memutuskan untuk keluar dari RRI. Ismail Marzuki baru kembali bekerja di radio setelah RRI berhasil diambil alih. Ia kemudian mendapat kehormatan menjadi pemimpin Orkes Studio Jakarta. Pada saat itu ia menciptakan lagu Pemilihan Umum dan diperdengarkan pertama kali dalam Pemilu 1955.
Beberapa karya Ismail Marzuki yang cukup dikenal antara lain:
- Tahun 1931, untuk pertama kalinya Ismail menciptakan lagu yang berjudul “Oh Sarinah” yang syairnya dibuat dalam bahasa Belanda.
- Tahun 1935, sewaktu berusia 21 tahun muncul karyanya dalam bentuk keroncong yang berjudul Keroncong Serenata.
- Tahun 1936, mencipta Roselani, judul ini membawa kita ke suasana romantis alam Hawaii di Samudra Pasifik.
- Tahun 1937, muncul lagu-lagu yang mengambil latar belakang “Hikayat 1001 Malam” berjudul Kasim Baba saat Ismail berusia 23 tahun; dan mencipta gubahan keroncong yang berjudul keroncong sejati bermodus minor bernafaskan melodi yang melankolis.
- Tahun 1938, mengisi ilustrasi musik film berjudul “Terang Bulan”. Di dalamnya ada 3 buah lagu, antara lain: Pulau Saweba, Di Tepi Laut, Duduk Termenung. Film ini dibintangi oleh Miss Rukiah, Kartolo, Raden Mochtar dan lain-lain. Pemuda Ismail turut berperan dalam film tersebut yakni bermain musik dengan rekan-rekannya sebagai pelengkap skenario. Film ini diputar di Malaya. Ismail bernyanyi untuk adegan Raden Mochtar sewaktu menyanyi.
- Tahun 1939, keluar ciptaan sebanyak 8 buah lagu, 2 lagu diantaranya berbahasa Belanda, yaitu: Als de Ovehedeen dan Als’t Meis is in de tropen. Sedang lagu-lagu Indonesianya adalah Bapak Kromo, Bandaneira, Olee lee di Kutaraja, Rindu Malam, Lenggang Bandung, Melancong ke Bali. Dalam periode ini Ismail belum menciptakan lagu-lagu perjuangan.
Membentuk Perikatan Radio Ketimuran (PRK)
Ketika Ismail Marzuki membentuk organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung (Tegal-Lega). Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat.
Pada periode ini dia banyak mempelajari bentuk-bentuk lagu Barat, yang digubahnya dan kemudian diterjemahkannya ke dalam nada-nada Indonesia.
Sebuah lagu Rusia ciptaan R. Karsov diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda menjadi “Panon Hideung”. Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi memiliki intonasi Timur yakni lagu “Als de orchideen bloeien”.
Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan piringan hitam His Master Voice (HMV). Kelak lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Bila Anggrek Mulai Berbunga”.
Tahun 1940, Ismail Marzuki menikah dengan penyanyi kroncong Eulis Zuraidah. Pada Maret 1942, saat Jepang menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan diganti dengan nama Hoso Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama Kireina Jawa.
Menciptakan Lagu Perjuangan
Saat itu Ismail Marzuki mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu perjuangan. Mula-mula syair lagunya masih berbentuk puitis yang lembut seperti “Kalau Melati Mekar Setangkai”, “Kembang Rampai dari Bali” dan bentuk hiburan ringan, bahkan agak mengarah pada bentuk seriosa.
Dalam Biografi Ismail Marzuki diketahui bahwa ada periode 1943-1944, Ismail Marzuki menciptakan lagu yang mulai mengarah pada lagu-lagu perjuangan, antara lain “Rayuan Pulau Kelapa”, “Bisikan Tanah Air”, “Gagah Perwira”, dan “Indonesia Tanah Pusaka”.
Kepala bagian propaganda Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu melaporkannya ke pihak Kenpetai (Polisi Militer Jepang), sehingga Ismail Marzuki sempat diancam oleh Kenpetai. Namun, putra Betawi ini tak gentar. Perjuangan Ismail Marzuki selanjutnya pada 1945 menciptakan lagu “Selamat Jalan Pahlawan Muda”.
Setelah Perang Dunia II, ciptaan lagu Ismail marzuki terus mengalir, antara lain “Jauh di Mata di Hati Jangan” (1947) dan “Halo-halo Bandung” (1948). Ketika itu Ismail Marzuki dan istrinya pindah ke Bandung karena rumah mereka di Jakarta kena dihantam peluru mortir.
Ketika berada di Bandung selatan, ayah Ismail Marzuki di Jakarta meninggal. Ismail Marzuki terlambat menerima berita. Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya dan telah layu, mengilhaminya untuk menciptakan lagu “Gugur Bunga”.
Lagu-lagu ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan antara lain “Ke Medan Jaya”, “Sepasang Mata Bola”, “Selendang Sutra”, “Melati di Tapal Batas Bekasi”, “Saputangan dari Bandung Selatan”, “Selamat Datang Pahlawan Muda”.
Lagu hiburan populer yang (kental) bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah perjuangan kemerdekaan. Misalnya syair lagu “Tinggi Gunung Seribu Janji”, dan “Juwita Malam”.
Lagu-lagu yang khusus mengisahkan kehidupan para pejuang kemerekaan, syairnya dibuat ringan dalam bentuk populer, tidak menggunakan bahasa Indonesia tinggi yang sulit dicerna. Simak saja syair “Oh Kopral Jono” dan “Sersan Mayorku”.
Lagu-lagu ciptaannya yang berbentuk romantis murni hiburan ringan, walaupun digarap secara populer tapi bentuk syairnya berbobot seriosa. Misalnya lagu “Aryati”, “Oh Angin Sampaikan. Tahun 1950 dia masih mencipta lagu “Irian Samba” dan tahun 1957 lagu “Inikah Bahagia” — suatu lagu yang banyak memancing tandatanya dari para pengamat musik.
Sampai pada lagu ciptaan yang ke 100-an, Ismail Marzuki masih merasa belum puas dan belum bahagia. Malah, lagu ciptaannya yang ke-103 tidak sempat diberi judul dan syair.
Lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa yang digunakan sebagai lagu penutup akhir siaran oleh stasiun TVRI pada masa pemerintahan Orde Baru.
Ismail Marzuki mendapat anugerah penghormatan pada tahun 1968 dengan dibukanya Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan pusat kebudayaan di SalembaJakarta Pusat. Pada tahun 2004 dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia.
Ia sempat mendirikan orkes Empat Sekawan. Selain itu ia dikenal publik ketika mengisi musik dalam film Terang Bulan.
Ismail Marzuki Wafat
Hingga Ma’ing alias Ismail Marzuki komponis besar Indonesia itu menutup mata selamanya pada 25 Mei 1958. Peran Ismail Marzuki terhadap sejarah musik Indonesia sangat vital, khususnya lagu-lagu perjuangan yang ia ciptakan.
Jasa Ismail Marzuki tersebut membuat pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Ismail Marzuki bahkan diabadikan ke dalam tempat pusat kesenian dan kebudayaan yang bernama Taman Ismail Marzuki.
Karya Lagu Ismail Marzuki
·         Aryati
·         Gugur Bunga
·         Melati di Tapal Batas (1947)
·         Wanita
·         Rayuan Pulau Kelapa
·         Sepasang Mata Bola (1946)
·         Bandung Selatan di Waktu Malam (1948)
·         O Sarinah (1931)
·         Keroncong Serenata
·         Kasim Baba
·         Bandaneira
·         Lenggang Bandung
·         Sampul Surat
·         Karangan Bunga dari Selatan
·         Selamat Datang Pahlawan Muda (1949)
·         Juwita Malam
·         Sabda Alam
·         Roselani
·         Rindu Lukisan
·         Indonesia Pusaka
·         Hari Lebaran
·         Halo, Halo Bandung

Referensi :



No comments:
Write comments