Awal Masuknya Islam di Indonesia
Proses
Islamisasi di setiap daerah di Indonesia dilakukan secara bertahap. Daerah yang
pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian Barat. Daerah
ini merupakan jalur perdagangan internasional sehingga pengaruh dapat dengan
cepat tumbuh di sana. Daerah pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat
kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin,
Goa Makasar, Gresik, Tuban, Cirebon, Ternate dan Tidore sebagai pusat kerajaan
Islam yang berada disekitar pesisir. Kota-kota pelabuhan seperti Jepara, Tuban,
Gresik, Sedayu adalah kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh
kota-kota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten
Ada
beberapa pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia. Menurut Ricklefs,
proses Islamisasi dilakukan dengan dua proses. Pertama, penduduk pribumi
berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang
asing (Arab, India, Persia, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam
bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah Indonesia, melakukan
perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal sehingga ajaran Islam dengan
mudah masuk dalam kehidupan pribumi (orang Indonesia). Perkembangan berikutnya
penyebaran Islam dilakukan melalui pertunjukan kesenian, diplomasi politik
dengan penguasa setempat, membuka lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren,
dan tasawuf.
Para
sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah
dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini
berdasarkan bukti bahwa pada abad ke-7 di pusat kerajaan Sriwijaya telah
dijumpai perkampungan-perkampungan pedagang Arab. Pendapat lain dikemukan oleh
Mouquette (Ilmuwan Belanda) yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia
sekitar abad ke-13-14 Masehi. Penentuan waktu itu berdasarkan tulisan pada batu
nisan yang ditemukan di Pasai. Batu nisan itu berangka tahun 17 Djulhijah 831
atau 21 September 1428 M dan identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam
Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Begitu juga
dengan ditemukannya batu nisan Malik al-Saleh ( raja Samudera Pasai) yang
berangka tahun 698 H atau 1297 M. Selain sumber batu nisan, sumber lainnya
didapat dari tulisan Marcopolo (pedagang Venesia) yang singgah di Sumatera
dalam perjalanan pulangnya dari Cina pada tahun 1292. Di sana disebutkan bahwa
Perlak merupakan kota Islam.
Golongan
pembawa Islam di Nusantara
Adanya interaksi antara pedagang
dari penjuru dunia dengan intensitas yang tinggi, memunculkan beragam teori
mengenai siapakah sebenarnya yang memperkenalkan Agama Islam kepada penduduk
Nusantara. Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara menurut
Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Menemukan sejarah, wacana
pergerakan Islam di Indonesia, terdapat tiga teori waktu masuknya Islam ke
Nusantara, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke
Nusantara.
Adapun ketiga teori tersebut yang
menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Nusantara antara lain sebagai berikut :
a. Islam datang dari Arab (teori Mekah)
b. Islam datang dari Gujarat (teori Gujarat)
c. Islam datang dari Persia (teori Persia) .
1.
Islam datang dari Arab ( teori Mekah )
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai
sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Dasar teori ini adalah :
a.
Pada
abad ke-7 yaitu tahun 674 M dipantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan
Islam (Arab) dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut
aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhab Syafii terbesar pada waktu itu di
Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c.
Raja-raja
samudra Pasai menggunakan gelar Al-Maliki yaitu gelar tersebut berasal dari
Mesir. Pendukung teori Mekah ini adalah Buya Hamka, Alwi Shihab, Ahmad Mansur
Suryanegara, Fazlur Rahman, Crawford, Niemann, De Holander. Para ahli yang
mendukung teori ini menyatakan bahwa abad ke-13 sudah berdiri kekuasaan politik
Islam, jadi masuknya Agama Islam ke Nusantara terjadi sebelumnya yaitu abad
ke-7 M dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
2.
Islam datang dari Gujarat ( teori Gujarat )
Pendapat ini dikemukakakan oleh Soetjipto Wirjosoeparto dan
Christian Snouck Hurgronje dari Belanda. Ia berpendapat bahwa Islam masuk ke
Nusantara bukan dari Arab. Melainkan dari Gujarat/India. Hubungan langsung
antara Nusantara dan Arab baru terjadi pada masa kemudian yaitu contohnya
hubungan utusan dari Mataram dan Banten ke Mekah pada pertengahan abad ke-7 M.
Pendapat tersebut didasarkan pula kepada unsur-unsur Islam di Nusantara
yang menunjukkan persamaannya dengan India.
Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah), teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia mengatakan Islam dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad ke-13. Padahal masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-kapal pedagang muslim yang disanggah.
Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah), teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia mengatakan Islam dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad ke-13. Padahal masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-kapal pedagang muslim yang disanggah.
3.
Islam datang dari Persia (teori Persia)
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk
ke Nusantara abad ke-13 M dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Teori ini
mengungkapkan adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok
masyarakat Islam Nusantara dengan penduduk Persia. Misalnya peringatan hari
Asyura (10 Muharam) atas meninggalnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad, yang
sangat dijunjung oleh orang Syi’ah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan
tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai
dengan pembuatan bubur Syuro, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem
mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer,
dan depan disebut Pes, sedang dalam bahasa Arab ejaan itu disebut Fathah,
Kasrah dan Dhommah. Didalam tulisan Arab, Sin bergigi
sedangkan dalam tulisan Persia tidak bergigi sementara itu, Oemar Amir Hoesin
mengatakan bahwa di Persia terdapat suku bangsa ”Leren”. Beliau inilah
yang dahulu datang ke tanah Jawa sebab di Giri terdapat Kampung Leran, dan
nisan Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.Pendukung teori Persia
adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, J.C. Van Leur, M.
Dahlan Mansur dan Haji Abu Bakar Aceh.
Peran
penyebaran Islam di Nusantara
Proses
persebaran pengaruh Islam di Nusantara berjalan dengan lancar. Hal itu terbukti
dari wilayah persebaran yang luas, mencakup hampir seluruh kepulauan Nusantara.
Penyebabnya
antara lain sebagai tersebut :
1. Agama Islam yang menyebar di Nusantara disesuaikan dengan
adat dan tradisi bangsa Indonesia dan dalam penyebarannya dilakukan dengan
damai tanpa kekerasan.
2. Agama Islam tidak mengenal sistem kasta dan menganggap
semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT.
3. Upacara-upacara dalam Agama Islam sangat sederhana bila
dibandingkan dengan Agama lainnyaa.
4. Faktor politik ikut memperlancar penyebaran Agama Islam
di Nusantara, yaitu keruntuhan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai
kerajaan Budha dan Hindu di Nusantara.
5. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang
telah dianggap telah masuk Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat
No comments:
Write comments